Pembangunan Masjid Asy-Syuhada melibatkan warga Kampung Bugis dan Raja Hindu Badung, Cokorda Ngurah Sakti. Masjid bersejarah ini berdiri sebagai bukti koeksistensi damai Islam dan Hindu di Bali selama bertahun-tahun. Masjid ini terletak di tengah desa di Jl. Tukad Pekaseh, Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali 80229, dan berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan umat Islam lokal dan tujuan populer bagi mereka yang tertarik untuk belajar tentang multikulturalisme di pulau itu. Ciri-ciri kuno masjid ini, seperti Alquran kuno, pilar kayu, dan mimbar tinggi, merupakan bukti keberadaannya yang telah lama ada dan signifikansi historisnya di Bali.
Masjid Asy-Syuhada diyakini merupakan bangunan asli, hanya dengan sedikit renovasi seperti mengganti atap dengan genting dan penambahan kubah. Interior masjid menampilkan papan semen asbes di langit-langit dan ubin marmer di lantai ruang sholat.
Arsitektur masjid mencerminkan perpaduan budaya Bali dan Bugis. Pengaruh Bali terlihat pada pagar, atap, dan elemen dekoratif masjid, sedangkan budaya Bugis tercermin pada mimbar yang terbuat dari kayu berukiran rumit dan pagar besi. Area wudhu, bangunan terpisah dari masjid, merupakan tambahan modern.
Koeksistensi damai umat Hindu dan Muslim Bali di Kampung Bugis, Serangan, adalah contoh indah dari kerukunan antaragama. Meski berasal dari banjar yang berbeda, mereka tidak terpisah secara geografis. Selama festival seperti Idul Fitri dan Galungan, mereka saling mengunjungi rumah dan bertukar makanan, yang dikenal sebagai jootan dalam bahasa Bali.