
MUSEUM LE MAYEUR
J. Le Mayeur berasal dari keluarga bangsawan Belgia. Ia yang biasa dipanggil Mayeur itu lahir pada 9 Pebruari 1880 di Ixelles, Brussel. Ayahnya bernama Adrien Le Mayeur de Mepres dan ibunya, Louisa de Bosch.
Mayeur memiliki darah seni dari ayahnya, seorang pelulis laut terkenal. Ayahanda bergabung dalam kelompok pelukis Group Van Dendermonde. Bakat melukis diwarisinya, meski ayahanda tak ingin Mayeur menjadi pelukis.
Pada tahun 1897, Mayeur mengikuti saran ayahnya untuk masuk perguruan tinggi yaitu Politeknik di Universitas Libre Brussel. Setelah lulus ia kembali menekuni bidang seni lukis. Karena ia tidak tertarik pada perkerjaan yang sesuai dengan keahliannya di perguruan tinggi. Melukis membuatnya keliling dunia seperti ke Prancis, Italia, Maroko, Tunisia, Aljasair, India, Thailand, Kamboja, Tahiti, dan sampai Bali (Indonesia).
Ia melukis berkeliling dunia dan berlabuh di Singaraja, Bali, pada tahun 1932. Bertemu dengan Ni Nyoman Pollok, penari Legong Keraton, dan dijadikannya model lukisannya. Pada tahun 1935, Le Mayeur pun menikahi Pollok dengan upacara adat Bali.
Sampai Bali

Monumen Le Mayuer dan Ni Pollok
Mayeur pertama kali sampai di Bali pada tahun 1932, melalui jalur laut berlabuh di Singaraja. Kemudian, ia melanjutkan perjalan menuju Badung (sekarang Denpasar). Ketika itu, Mayeur menyewa rumah di Banjar Kelandis, dekat Pura Jurit, dan ditempat ini ia berkenalan dengan seorang gadis penari Legong Keraton yang bernama Ni Nyoman Pollok.
Pollok dijadikannya sebagai model lukisan. Sebelumnya, Mayeur mengajak Ni Ketut Reneng sebagai modelnya, yang juga penari Legong Keraton dari Banjar Kedaton. Banyak lukisan dapat dihasilkan Mayeur dengan model Ni Nyoman Pollok, hingga dua kali karyanya dipamerkan di Singapura pada tahun 1933. Dua tahun kemudian, Mayeur menyunting Pollok. Ia anjutkan ke jenjang pernikahan pada tahun 1935 dengan upacara adat Hindu Bali.
Pendirian museum






Museum Le Mayeur
Pada tahun 1937 dan 1941, Mayeur kembali mengikuti pameran di Singapura dan Kuala Lumpur dengan mengajak istrinya, Pollok. Sepulangnya dari pameran, mengadakan pameran di Singapura, Mayeur membeli tanah seluas 3,2 are, di dekat pesisir Pantai Sanur. Ia membangun rumah tinggal dengan undagi (ahli bangunan gaya Bali) Ida Bagus Made Mas. Pigura-pigura lukisa dikerjakan oleh Ida Bagus Ketut Bagus.
Lukisan Mayeur makin dikenal luas di dalam negeri maupun mancanegara. Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Nehru pun pernah datang. Tahun 1956, Bahder Djohan yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, datang dan menggagas rumah tinggal Mayeur sekaligus menjadi Perusahaan Seni Lukis.
Gagasan pendirian museum ini sebenarnya sudah pernah dirintis sebelumnya oleh Mayeur. Ia menghadiahkan rumahnya, perlengkapan rumah tangga, dan sejumlah lukisan kepada istrinya Ni Nyoman Pollok, pada tanggal 18 Januari 1949. Hanya saja, pendirian museum itu kurang sah secara hukum karena berlangsung di bawah tangan.
Lalu, Bahder Djohan memberi gagasan, pada tanggal 28 Agustus 1957 dengan akte hadiah no. 37, dan Mayeur secara sah menghibahkan hak miliknya yang tertuang ke dalam Perusahaan Seni Lukis kepada istrinya Ni Nyoman Pollok. Saat itu juga, Pollok selaku pewaris menyerahkan langsung kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan akte hadiah (Schaking) no. 38. Persembahan tersebut diberikan kepada Anak Agung Bagus Sutedja, yaitu Gubernur Bali ketika itu dan sekaligus sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia dengan kuasa dari Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Disaksikan juga ketika itu oleh J. Vermer dan R. M. Ibnu Umar Sastrokusumo, serta dilakukan di depan notaris Ida Bagus Ketut Rurus yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Bali.
Pada tahun 1958, kondisi kesehatan Mayeur menurun. Ia sakit kanker telinga. Bersama istrinya, ia pergi berobat ke Belgia. Keberangkatan ini juga sebenarnya keinginannya untuk memperkenalkan istrinya kepada keluarga dan kerabatnya di Belgia yang terus tertunda akibat Perang Dunia II.
Tak berapa lama masih di Brussel, Belgia, Mayeur meninggal pada tanggal 31 Mei 1958, di usia 78 tahun di Brussel. Istrinya, Pollok meninggal pada tahun 1985. Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Bali mengelola museum ini yang dikenal bernama Museum Le Mayeur.
Rumah yang artistik

Rumah tinggal Mayeur dulunya dibangun sangat sederhana, tetapi sangat artistik. Pada awalnya hanya ada satu bangunan tempat tinggal dan dapur. Bangunan utama sebagai tempat tinggal terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, studio, kamar tidur, dan kamar mandi.
Semua ruangan ini sekarang penuh dengan lukisan-lukisan karya A. J. le Mayeur, yang dikerjakan di Bali maupun yang dibawa dari Belgia. Selain itu pada bangunan utama ini diletakkan arca-arca dwarapala, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, dinding sisi timur berupa relief-relief ukiran suluran daun lengkap dengan ornament kepala kala, dan wilamana (raksasa bersayap membawa pedang) yang merupakan wahana Rahwana.
Dinding sisi selatan dipahatkan relief yang menceritakan cerita Kumbakarna Karebut, yaitu ketika Sang Kumbakarna direbut oleh pasukan kera yang dipimpin Hanoman. Dinding sebalah baratnya yang dibatasi dengan pintu kayu dipahatkan relief Sang Ramadewa memanah rusa yang merupakan jelmaan suruhan Rahwana, ialah Patih Marica. Dalam relief ini juga dipahatkan kisah ketika Rahwana berhasil melarikan Dewi Sita. Terpahat burung Jatayu diangkasa tengah menghalangi Rahwana, yang membuat sayapnya terpotong pedang Rahwana.
Cerita dilanjutkan pada dinding barat bangunan, yaitu pahatan relief dengan tokoh Sang Ramadewa, Laksmana, Hanoman menyaksikkan peperangan antara kakak beradik Sugriwa dan Subali yang nantinya akan dimenangkan oleh Sugriwa atas bantuan Sang Ramadewa.
Dinding sisi utara bangunan utama juga dipahatkan dengan relief yang menceritakan pertarungan Sugriwa dan Subali, yang kemudian Subali kalah dan gugur akibat terkena panah Sang Ramadewa. Pada relief ini juga dipahatkan inskripsi tulisan aksara bali berbunyi “ i saka ning loka 1878” atau tahun 1956 Masehi. Kemungkinan inskripsi ini sebagai tanda peringatan perampungan pembangunan bangunan utama dan pada tahun 1956 merupakan kunjungan dari menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bahder Djohan.
Di tengah museum terdapat patung setengah badan A. J. Le Mayeur, berbahan batu karang dari seorang pemahat bernama I Made Panti, dan pada tanggal 1 April 1959, patung tersebut diletakkan di halaman tengah museum dengan tulisan pada lapik patung berbunyi “In Loving Memory of A. J. Le mayeur de Merpres. Born: February 9, 1880 Bruxelles, Belgium. Arrived in Bali 1932. Died in Peace: May 31, 1958 Buxelles (Begium)”. Patung ini dipesan Pollok sepulang dari Belgia.
Bangunan di sisi utara bangunan utama, yang bernama Bale Pecanangan digunakan untuk membuat sesaji atau banten Hindu Bali, juga digunakan untuk tempat mengajar anak-anak menari dan juga menenun. Patung memorial Ni Nyoman Pollok dibuat oleh keponakannya yang bernama I Nyoman Arka untuk disandingkan dengan patung A. J. Le Mayeur. Pada lapik patung Ni Nyoman Pollok dituliskan “In Loving Memory of Ni Nyoman Pollok. Born: March. 3. 1917 Kelandis Village. Died in Peace: July. 21. 1985 Kelandis Denpasar”.
Koleksi

Koleksi Museum Le Mayeur berjumlah 89 buah, berdasarkan katalog museum yang disusun tahun 1983 ketika masih dikelola sendiri oleh Ni Nyoman Pollok. Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Bali menginvetarisasi ulang pada tahun 1985 dan satu buah lukisan berjudul “Lotus” tidak ditemukan. Karenanya, koleksi tercatat 88 buah.
Bahan dasar lukisan terdiri dari lima jenis, yaitu kanvas, hardboard, triplek, kertas, dan bagor. Hanya saja, kondisi lukisan tahun 1942, yang berbahan dasar bagor di tahun kondisinya rusak. Bahan dasar bagor ini dilukis menggunakan cat air dan warna batik, karena ketika itu pengiriman kanvas dan cat dari Belgia sempat tersendat akibat dari meletusnya Perang Dunia II.
Tahun koleksi lukisan di Museum Le Mayeur adalah empat lukisan merupakan produksi tahun 1921, empat lukisan lagi tahun 1927, tiga lukisan tahun 1928, 28 lukisan tahun 1929, tiga lukisan 1937, 14 lukisan tahun 1938, 23 lukisan tahun 1942, dan 10 lukisan tahun 1957. Berdasarkan jumlah, sebanyak 89 lukisan itu terdata 47 lukisan dengan tema Bali.
Selain lukisan, museum mengoleksi benda-benda milik Mayeur dan istrinya. Benda itu berupa almari, meja, piring, guci, kursi, pelawah gamelan, dan lain sebagainya sebagai kelengkapan rumah tangga.
Koleksi Museum Le Mayeur pada awalnya berjumlah 89 buah, hal ini berdasarkan katalog museum yang disusun tahun 1983 ketika masih dikelola sendiri oleh Ni Nyoman Pollok. Tetapi setelah dilakukan inventarisasi ulang oleh Pemerintah Provinsi Bali di bawah Museum Bali pada tahun 1985 ternyata satu buah lukisan nomor inventaris 57 berjudul “lotus” tidak ditemukan, sehingga sampai saat ini jumlah koleksi lukisan di museum hanya berjumlah 88 buah. Bahan dasar lukisan terdiri dari lima jenis, yaitu kanvas, hardboard, triplek, kertas, dan bagor.
Khusus untuk kondisi lukisan yang berbahan dasar bagor kondisinya sangat rusak, dilukis pada tahun 1942 ketika meletusnya Perang Dunia II.
Pelukis A. J. Le Mayeur, berasal dari keluarga bangsawan Belgia.
Lukisan-lukisan Bali karya Le Mayeur makin mendunia. Banyak tokoh berdatangan dari penjuru dunia mengunjungi rumahnya yang sekaligus ruang pamer di kawasan pesisir Pantai Sanur. Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, ketika itu di tahun 1956, Bahder Djohan, menggagas untuk menjadikan museum agar karya seninya lestari.
Pada tahun 1957, Pollok sebagai pewaris memberikan akta hadiah rumah tersebut menjadi museum kepada pemerintah. Persembahan tersebut diserahkan kepada Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja dan sekaligus sebagai wakil Pemerintah Republik Indonesia dengan kuasa dari Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
La Mayeur meninggal di Belgia, tahun 1958, di usia 78 tahun.
Selain lukisan, museum juga terdapat relief, di antaranya cerita Sugriwa dan Subali. Tertera pahatan tulisan aksara bali berbunyi “ i saka ning loka 1878” atau tahun 1956 Masehi. Kemungkinan inskripsi ini penanda peringatan perampungan pembangunan bangunan utama dan pada tahun 1956 merupakan kunjungan dari menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bahder Djohan.