Denpasar konsisten untuk merevitalisasi pasar-pasar tradisionalnya. Pasar Badung adalah salah satunya. Sejak terbakar pada tanggal 27 Februari 2016, tepat pada malam perayaan HUT Kota Denpasar, aktivitas Pasar Badung sempat direlokasi di eks Tiara Grosir, Jalan Cokroaminoto Denpasar. Kini Pasar Badung dibuka kembali dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 22 Maret 2019 dan menampung sekitar 1600 pedagang.
Pasar Badung merupakan pasar rakyat di Kota Denpasar yang beroperasi (market hours) selama 24 jam, dan telah menjadi pusat perekonomian masyarakat Kota Denpasar dan sekitarnya dari sejak jaman kerajaan dulu. Pasar Badung memiliki posisi bersebelahan dengan Pasar Kumbasari (sisi barat) dan dibelah oleh aliran Tukad Badung (Badung River) dengan jembatan penghubung di antara keduanya. Konon katanya, Tukad Badung menjadi lintasan ekspedisi Belanda yang bergerak menuju Puri Pemecutan dari Denpasar pada saat peristiwa Perang Puputan Badung, 20 September 1906.
Pasar Badung sendiri menyimpan perjalanan sejarah yang panjang, sebagai pusat perekonomian kerajaan Badung pada saat itu. Nama Denpasar sebagai pusat pemerintahan diambil dari kata den (yang berarti di sebelah utara) dan pasar (yang merujuk pada keberadaan pasar).
Pada tahun 1907, lokasi pasar Kerajaan Badung yang pada mulanya bertempat di Kantor Walikota (sekarang di Jalan Gajah Mada) dipindahkan agak ke barat (di lokasi Pasar Badung saat ini). Pada mulanya lokasi Pasar Badung adalah tempat kediaman orang-orang Jawa dan Madura. Karena tempat tersebut digunakan sebagai lokasi pasar, maka orang-orang Jawa dan Madura dialihkan lokasinya ke arah utara yaitu di Kampung Wonosari (Kampung Jawa sekarang). Oleh Pemerintah Kolonial Belanda di dalam lokasi Pasar Badung dibangun los-los pasar untuk para pedagang, sedangkan tempat-tempat di sekitar Pasar Badung, yaitu di Jalan Gajah Mada dan Jalan Sulawesi sekarang bermukim pedagang Cina, India dan Arab yang mata pencaharian utamanya adalah berdagang dan dengan cara membuka toko sebagai sebagai tempat untuk berjualan. Barang-barang yang diperdagangkannya adalah candu, tembakau, barang-barang perhiasan, dan barang-barang kelontong lainnya.
Selain sebagai tempat yang menyediakan berbagai kebutuhan pokok, pasar juga merupakan tempat pertukaran kebudayaan. Pasar Badung telah menjelma menjadi ruang interaksi sosial antara masyarakat lokal dan pendatang. Ada transaksi tukar menukar dan jual beli hasil pertanian, barang kerajinan, perlengkapan upacara adat atau agama, dan industri rumah tangga.
Secara alami, Pasar Badung seperti memiliki dua waktu operasional, yaitu pagi dan malam. Pasar Badung pagi menjual berbagai kebutuhan rumah tangga sehari-hari, baik berupa kebutuhan pokok maupun kebutuhan upacara agama. Selain itu, pasar Badung juga menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara, dan menjadi salah satu objek wisata City Tour di Kawasan Heritage Gajah Mada. Aktivitas pasar pagi berlangsung dari jam 05.00 – 17.00 Wita.
Sedangkan pada malam harinya, aktivitas pasar memanfaatkan pelataran parkir. Komoditas yang ditawarkan juga sama dengan pasar pagi, yaitu sayur-mayur, daging, sarana upacara agama (janur, bunga, buah), dan kuliner. Aktivitas pasar malam berlangsung mulai pukul 15.30 – 06.00 Wita.
Hal unik yang dapat dijumpai di Pasar Badung adalah keberadaan “tukang suun”, tukang angkut belanja bagi pembeli yang memborong barang dalam jumlah banyak. Tukang suun ini hampir seluruhnya perempuan, biasanya membawa keranjang bambu yang dijunjung di atas kepalanya. Anda dapat membayar 5-10 ribu rupiah untuk sekali angkut belanjaan.
Di samping itu, Anda juga dapat menikmati side riverwalk “Taman Kumbasari” yang cantik dengan hiasan lampu warna-warni dan berbagai mural paintings yang menarik. Di samping menikmati keindahan pemandangan tepi sungai, Anda juga dapat berswa foto”selfie” yang instagramable.
Jika Anda ingin berjalan lebih jauh lagi, anda dapat menyusuri Kawasan Heritage Gajah Mada, yang menyimpan berbagai nostalgia yang menginspirasi.