
PURA DALEM JUMENENG

PURA DALEM JUMENENG
Meyusuri tepian Pantai Segara Ayu, di Sanur, Anda akan menjumpai bangunan ini masuk dalam periodesasi prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris). Bangunan itu berupa Pura Dalem Jumeneng, Banjar Taman Sari, Desa Adat Intaran. Pura tersebut masuk sebagai bangunan cagar budaya dengan tradisi megalitik.
Kawasan Pura Dalem Jumeneng dan sekitarannya, dahulu, adalah tempat singgah para nelayan untuk beristirahat. Suatu ketika saat singgah, nelayan menemukan batu karang (gamping) dengan susunan bertumpuk atau berundak-undak. Susunan ini termasuk gaya dari megalitik. Urutan batuannya dari ukuran besar dari bawah hingga ke atas itu ukurannya mengecil. Hanya saat ditemukan, batuan itu tidak sepenuhnya berturan, dan berserakan.
Tumpukan batu tersebut kemudian dibersihkan, disusun kembali reruntuhannya. Selanjutnya, masyarakat setempat tempat tersebut digunakan sebagai media pemujaan. Susunan punden berundak tersebut hingga saat ini masih dapat dijumpai dengan utuh berjumlah tiga buah struktur yang masing-masingnya dinamakan Bebaturan Gedong Simpen menghadap ke barat, Bebaturan Ida Ulun Danu menghadap ke selatan, dan Bebaturan Ida Bhatara Sakenan menghadap ke utara.
Masyarakat pun menamai kompleks tersebut sebagai Pura Dalem Jumeneng, tempat ibadah umat Hindu Bali. Upacara keagamaan piodalan dilaksanakan setiap tahunnya pada Purnama Kapat (purnamaning sasih kapat).
Areal tersebut oleh masyarakat digunakan sebagai tempat melakukan pemujaan memohon keselamatan. Pengempon yang bertanggung jawab mengurus dan membina keberadaan Pura Dalem Jumeneng Sanur ini adalah keluarga keturunan yang menemukan dulu sebanyak tiga keluarga.
Penyungsungnya adalah masyarakat Banjar Taman Sari, Desa Pakraman Intaran dan masyarakat umum lainnya. Berdasarkan pengempon dan penyungsung pura, dapat dikatakan Pura Dalem Jumeneng tersebut berkarakter sebagai pura geneologis dan umum.
Struktur Bangunan



Pura Dalem Jumeneng
Keberadaan struktur punden berundak di Pura Dalem Jumeneng Sanur jika ditinjau dari keilmuan arkeologi, dapat dikatakan sebagai tinggalan yang berasal dari masa prasejarah akhir, tepatnya pada masa tradisi megalitik yang masih berlanjut hingga awal masa sejarah (protohistoris). Struktur punden berundak sebagai hasil budaya masa tradisi megalitik berlanjut hingga saat ini masih tetap bertahan dan dimanfaatkan oleh masyarakat pendukungnya sebagai media pemujaan, hal tersebut dapat disebut juga dengan living megalithic tradition.
Struktur Pura Dalem Jumeneng adalah tri mandala, yaitu terdiri dari jaba sisi (nista mandala) berada di sisi timur merupakan pinggir pantai yang sudah dipenuhi artshop, jaba tengah (madya mandala), dan jeroan (utama mandala) berada di sisi barat. Secara simbolis tiga halaman ini dihubungkan dengan konsep Tri Bhuwana yaitu tingkatan alam semesta (bhuwana agung) seperti nista mandala melambangkan bhurloka yaitu alam fana tempat manusia, madya mandala melambangkan bwahloka yaitu alam pitra/roh atau alam peralihan, dan utama mandala melambangkan swahloka yaitu sebagai alam para dewa atau dunia baka. Jaba sisi (nista mandala) tidak dikelilingi oleh tembok, tetapi berupa sebuah halaman terbuka diantara artshop di pinggir pantai.
Utama mandala (jeroan/halaman paling suci) dan madya mandala (jaba tengah) dikelilingi oleh tembok keliling terbuat dari susunan batu gamping (karang laut) dibatasi dengan candi bentar terbuat dari susunan batu gamping (karang laut). Halaman utama mandala terdapat bangunan-bangunan utama dan penunjang dalam melaksanakan kegiatan keagamaan pemujaan, seperti Bebaturan Gedong Simpen, Palinggih Ida Bebaturan (ulun danu), Bebaturan Ida Bhatara Sakenan, Tajuk Bebaturan Gedong Simpen, Tajuk Palinggih Ida Bebaturan (ulun danu), Tajuk Bebaturan Ida Bhatara Sakenan, Piyasan, dan Perantenan.
Setelah mengetahui letak kondisi geografis, latar belakang sejarah, struktur, dan karakteristik Pura Dalem Jumeneng, sekarang dibahas potensi-potensi heritage menarik yang terkandung di dalamnya, sehingga nantinya dapat sebagai daya tarik wisata heritage di kawasan Sanur, seperti punden berundak, struktur gapura, struktur tembok, kedok muka, arca perwujudan bhatari, dan arca dwarapala.

1. Punden Berundak I
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi keseluruhan : 316 cm
Tinggi teras I : 116 cm
Tinggi teras II : 145 cm
Tinggi teras III : 55 cm
Panjang teras I : 387 cm
Panjang teras II : 345 cm
Panjang teras III : 270 cm
Lebar teras I : 382 cm
Lebar teras II : 335 cm
Lebar teras III : 254 cm
Arah Hadap : Selatan
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Beberapa komponennya sudah rusak
Deskripsi : Punden berundak ini dinamakan oleh masyarakat Palinggih Ida Bebaturan (ulun danu), dibentuk menggunakan susunan batu gamping, terletak di sisi utara halaman utama mandala pura berbentuk teras berundak dengan tiga tingkatan semakin ke atas semakin kecil. Puncak punden berundak yang merupakan tingkatan ketiga struktur ini terdapat tahta batu yang ditengahnya diletakkan kedok muka. Secara fungsi punden berundak ini dapat dikatakan sebagai tinggalan tradisi megalitik yang masih berlanjut, dengan ciri-ciri bentuk masih dipertahankan menyerupai gunung semakin ke atas semakin kecil, digunakan sebagai pemujaan kepada roh suci leluhur dengan adanya kedok muka di tengah tahta batu, serta masyarakat masih melakukan pemujaan kepada alam lingkungan yaitu ulun danu sebagai simbol air (danau) yang merupakan budaya kental tradisi megalitik.

2. Punden Berundak II
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi keseluruhan : 337 cm
Tinggi teras I : 118 cm
Tinggi teras II : 75 cm
Tinggi teras III : 55 cm
Tinggi teras IV : 89 cm
Panjang teras I : 795 cm
Panjang teras II : 680 cm
Panjang teras III : 590 cm
Panjang teras IV : 390 cm
Lebar teras I : 540 cm
Lebar teras II : 380 cm
Lebar teras III : 313 cm
Lebar teras IV : 303 cm
Arah Hadap : Barat
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Punden berundak ini dinamakan oleh masyarakat Bebaturan Gedong Simpen, dibentuk menggunakan susunan batu gamping, terletak di sisi timur halaman utama mandala pura berbentuk teras berundak dengan empat tingkatan semakin ke atas semakin kecil. Puncak punden berundak yang merupakan teras IV struktur ini diletakkan bangunan (palinggih) baru terbuat dari kayu beratap genteng tempat menyimpan lima buah batu monolit yang dianggap sebagai pratima dan sangat disakralkan oleh masyarakat. Teras I dengan teras II pada bagian tengah-tengah dihubungkan anak tangga sejumlah Sembilan undakan. Anak tangga teras pertama pada samping kanan dan kiri dihiasi dengan naga, selasar teras I diletakkan dua arca singa sebagai dwaraphala yang diletakkan pada samping kanan-kiri tangga, sedangkan pada teras II terdapat dua kedok muka yang diletakkan pada samping kanan-kiri tangga. Teras III tidak mempunyai selasar bagian depan (barat), hanya terdapat selasar bagian kanan, kiri, dan belakang.
Secara fungsi punden berundak ini dapat dikatakan sebagai tinggalan tradisi megalitik yang masih berlanjut, dengan ciri-ciri bentuk masih dipertahankan menyerupai gunung semakin ke atas semakin kecil, serta digunakan sebagai pemujaan kepada roh suci leluhur dengan adanya kedok muka.

3. Punden Berundak III
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi keseluruhan : 205 cm
Tinggi teras I : 50 cm
Tinggi teras II : 35 cm
Tinggi teras III : 120 cm
Panjang teras I : 284 cm
Panjang teras II : 211 cm
Panjang teras III : 208 cm
Lebar teras I : 289 cm
Lebar teras II : 170 cm
Lebar teras III : 142 cm
Arah Hadap : Utara
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Punden berundak ini dinamakan oleh masyarakat Bebaturan Ida Bhatara Sakenan, dibentuk menggunakan susunan batu gamping, terletak di sisi selatan halaman utama mandala pura berbentuk teras berundak dengan tiga tingkatan semakin ke atas semakin kecil. Puncak punden berundak yang merupakan teras III terdapat tahta batu yung ditengah-tengahnya diletakkan kedok muka raksasa. Teras I dan teras II hanya memiliki selasar pada bagian depannya saja, sedangkan teras I memiliki anak tangga dan terdapat dua kedok muka pada selasar teras II.
Secara fungsi punden berundak ini dapat dikatakan sebagai tinggalan tradisi megalitik yang masih berlanjut, dengan ciri-ciri bentuk masih dipertahankan menyerupai gunung semakin ke atas semakin kecil, serta digunakan sebagai pemujaan kepada roh suci leluhur dengan adanya kedok muka.

4. Struktur Gapura I
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi gapura timur : 219 cm
Tinggi gapura barat : 212 cm
Panjang gapura timur : 103 cm
Panjang gapura barat : 82 cm
Lebar gapura timur : 90 cm
Lebar gapura barat : 69 cm
Arah Hadap : Utara dan Selatan
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Gapura ini dapat dikategorikan sebagai struktur Cagar Budaya, yang berfungsi sebagai pintu masuk di sisi utara menuju halaman jeroan (utama mandala) Pura Dalem Jumeneng Sanur dari Pura Segara Sanur. Gapura ini berbentuk candi bentar yang terbuat dari batu gamping (karang laut). Pada sisi utara gapura ini terdapat dua anak tangga yang terbuat dari campuran semen dan pasir.

5. Struktur Gapura II
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi gapura selatan : 269 cm
Tinggi gapura utara : 301 cm
Panjang gapura selatan : 210 cm
Panjang gapura utara : 214 cm
Lebar gapura selatan : 160 cm
Lebar gapura utara : 190 cm
Arah Hadap : Timur dan Barat
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Gapura ini dapat dikategorikan sebagai struktur Cagar Budaya, yang berfungsi sebagai pintu masuk di sisi timur menuju halaman jeroan (utama mandala) Pura Dalem Jumeneng Sanur dari halaman jaba tengah (madya mandala) pura . Gapura ini berbentuk candi bentar yang terbuat dari batu gamping (karang laut). Pada sisi timur gapura ini terdapat empat anak tangga yang terbuat dari susunan batu gamping.

6. Struktur Tembok Batu Gamping
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng Sanur
Ukuran : Luas : 16 x 18,75 meter
Arah Hadap : –
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Tembok ini dapat dikategorikan sebagai struktur Cagar Budaya, yang berfungsi sebagai tembok keliling Pura Dalem Jumeneng Sanur. Struktur tembok keliling ini terbuat dari batu gamping (karang laut). Struktur batu gamping sebagai tembok keliling di Pura Dalem Jumeneng dan Pura Segara dapat dikatakan memiliki fungsi sebagai pembatas antara halaman suci dengan halaman luar (profan) yang mengelilingi bangunan di dalamnya. Secara simbolis struktur tembok batu gamping ini memiliki nilai religius magis sebagai penghalang kekuatan jahat (penolak bala) masuk ke halaman suci pura.

7. Kedok Muka I
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 23 cm
Lebar : 14 cm
Tebal : 9 cm
Arah Hadap : Selatan
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Kedok muka ini berbentuk bulat telur, dibuat dengan sangat sederhana, hanya berupa goresan-goresan membentuk mata, hidung, mulut, dan goresan kumis. Kedok muka ini diletakkan di atas tahta batu pada punden berundak Palinggih Ida Bebaturan (ulun danu). Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

8. Kedok Muka II
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 18 cm
Lebar : 14 cm
Tebal : 8 cm
Arah Hadap : Utara
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Kedok muka ini berbentuk bulat telur, dibuat dengan sangat sederhana, hanya berupa goresan-goresan membentuk mata bulat, hidung, dan mulut. Kedok muka ini diletakkan di atas lapik pada teras I punden berundak Bebaturan Ida Bhatara Sakenan. Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

9. Kedok Muka III
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng Sanur
Ukuran : Tinggi : 16 cm
Lebar : 12 cm
Tebal : 9 cm
Arah Hadap : Utara
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal
sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Kedok muka ini berbentuk bulat telur, dibuat dengan sangat sederhana, hanya berupa goresan-goresan membentuk mata bulat, hidung, dan mulut. Kedok muka ini diletakkan di atas lapik pada teras I punden berundak Bebaturan Ida Bhatara Sakenan. Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

10. Kedok Muka IV
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 37 cm
Lebar : 30 cm
Tebal : 23 cm
Arah Hadap : Barat
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Kedok muka ini berbentuk bulat telur, dibuat dengan sangat sederhana, hanya berupa goresan-goresan membentuk mata bulat, hidung, serta mulut dengan gigi dan taring mencuat. Kedok muka ini diletakkan di atas lapik pada teras II punden berundak Bebaturan Gedong Simpen. Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

11. Kedok Muka V
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 42 cm
Lebar : 32 cm
Tebal : 15 cm
Arah Hadap : Barat
Latar Budaya : Tradisi Megalitik
Periodisasi : Prasejarah akhir dan awal sejarah (protohistoris)
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Kedok muka ini berbentuk bulat telur, dibuat dengan sangat sederhana, hanya berupa goresan-goresan membentuk mata bulat, hidung, serta mulut dengan gigi dan taring mencuat ke luar. Kedok muka ini diletakkan di atas lapik pada teras II punden berundak Bebaturan Gedong Simpen. Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

12. Kedok Muka Raksasa
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 30 cm
Lebar : 21 cm
Tebal : 22 cm
Arah Hadap : Utara
Latar Budaya : Hindu
Periodisasi : Abad XVIII-XX Masehi
Bahan : Batu gamping (karang laut)
Kondisi : Baik
Deskripsi : Berbeda dengan kedok muka lainnya, kedok muka ini berbentuk persegi, mata melotot, mulut besar memperlihatkan gigi dan taring mencuat, hidung besar, lidah menjulur, serta memiliki hiasan di atas kepala. Kedok muka ini diletakkan di atas tahta batu pada punden berundak Bebaturan Ida Bhatara Sakenan. Sama halnya dengan kedok muka lainnya pada masa tradisi megalitik terdapat kebiasaan melakukan pemujaan kepada roh leluhur dengan membuat kedok muka sebagai simbolnya. Biasanya juga dijadikan sebagai media pemujaan untuk meminta perlindungan dan keselamatan sebagai penolak bala.

13. Arca Perwujudan Bhatari
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Arah Hadap : Barat
Latar Budaya : Hindu
Periodisasi : Abad XVIII – XX Masehi
Bahan : Batu padas
Kondisi : Baik
Deskripsi : Arca perwujudan bhatari ini oleh masyarakat disebut sebagai Ida Bhatari Lingsir, diletakkan pada Palinggih Tajuk, arca berwajah menyeramkan, kepala berbentuk persegi, dengan mulut terbuka lebar tebal, memperlihatkan barisan gigi besar-besar, dan taring dipahatkan mencuat keluar. Mata arca dipahatkan melotot berbentuk bulat besar, menggunakan subeng sebagai hiasan telinga, berdiri samabhanga di atas lapik persegi polos, kain bawah dipahatkan sangat berat tebal, badan arca tidak menggunakan kain, sehingga buah dadanya terlihat besar bulat, tangan kanan ditekuk menempel di pinggang, sedangkan tangan kiri terjuntai ke bawah menempal di paha, kuku jari tangan semuanya dipahatkan panjang tajam, dan menggunakan kalung di leher berbentuk bulatan-bulatan lebar.

14. Arca Dwarapala I
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 100 cm
Lebar : 31 cm
Tebal : 34 cm
Arah Hadap : Timur
Latar Budaya : Hindu
Periodisasi : Abad XVIII – XX Masehi
Bahan : Batu padas
Kondisi : Baik
Deskripsi : Arca Dwarapala I di Pura Dalem Jumeneng ini diletakkan sebelah utara depan struktur gapura II, arca bermuka raksasa, berbadan tambun, berdiri di atas lapik persegi polos dengan kedua lutut sedikit ditekuk, raut wajah sangat menyeramkan, mata melotot, menoleh ke kanan, gigi taring mencuat keluar, hidung besar, menggunakan mahkota dan petitis. Tangan kanan arca membawa gada menempel di samping kiri kepala, sedangkan tangan kiri ditekuk disamping dada, menggunakan kain bawah hanya sebatas lutut, lengkap dengan kain wiron bercabang dua hingga menyentuh lapik.

15. Arca Dwarapala II
Lokasi : Pura Dalem Jumeneng
Ukuran : Tinggi : 102 cm
Lebar : 33 cm
Tebal : 33 cm
Arah Hadap : Timur
Latar Budaya : Hindu
Periodisasi : Abad XVIII – XX Masehi
Bahan : Batu padas
Kondisi : Baik
Deskripsi : Arca Dwarapala II di Pura Dalem Jumeneng ini diletakkan sebelah selatan depan struktur gapura II, ciri-ciri arca sama dengan arca Dwarapala I, karena kedua arca ini memang sepasang, tetapi yang membedakan adalah arca ini menoleh ke kiri, tangan kiri arca membawa gada menempel di samping dada, sedangkan tangan kiri ditekuk ke depan dada.