Gerakan tarinya menyerupai gerakan-gerakan pencak silat. Pakaian yang dikenakan para penari serupa dengan para saudagar yang berasal dari Cina di zaman itu. Gong Bheri mengiringi. Gong ini merupakan flat gong (gong datar) banyak ditemukan sebagai alat musik di Cina. Meski serupa gerakan bela diri, tarian ini masuk dalam tari sakral.
Cerita tarian ini berasal dari masyarakat setempat secara turun temurun. Tarian tersebut berasal dari Ida Ratu Tuan yang tedun (trance) yang berbicara menggunakan logat Cina. Karenanya, tarian itu bernama Baris Cina.
Pementasannya ada di Pura Kesumajati, Semawang. Pura Kesumajati terletak di Banjar Semawang, Desa Adat Intaran, Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, ini merupakan pura dengan sebutan Linggih Ida Ratu Tuan. Sakral karena tariannya hanya dipentaskan ketika upacara piodalan pura.
Pada 10 Oktober 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun mencatatkannya sebagai obyek warisan budaya tak benda (intangible heritage). Pencatatannya bersamaan dengan Tari Baris Cina Renon.
Para peneliti belum menemukan adanya prasati atau sejenisnya yang melatarbelakangi cerita masyarakat mengenai tari Baris Cina ini. Belum ditemukan data tertulis berupa prasasti yang menyebutkan tentang penciptaan maupun penyebutan nama Baris Cina sebagai tarian.
Mengenai Gong Beri penyebutannya muncul pada Tugu Prasasti (jaya stmbha) Blanjong berangka tahun Śaka 835 (913 Masehi) yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmmadewa dengan kata bheri. Penduduk yang semula hidup di pesisir pantai Blanjong dan Semawang Sanur tentunya sudah banyak berhubungan dengan para pedagang-pedagang yang datang berdagang terutama saudagar asal Cina. Tarian maupun gong ini memungkinkan sebagai cerminan akulturasi di kala itu.
Unsur-unsur budaya Cina yang ditampilkan itulah yang membedakannya dengan Tari Baris ritual lainnya. Kedekatan hubungan budaya Bali dan Cina sudah berlangsung dalam berbagai segi kehidupan. Proses akulturasi budaya Bali dan Cina seperti kehadiran Tari Baris Cina ini, juga terjadi di tempat lain, seperti penggunaan uang kepeng Cina dalam sarana banten, dan adanya istilah patra cina dalam motif-motif ukiran Bali.
Menurut keyakinan masyarakat penyungsung, Baris Cina ini merupakan perwujudan dari Ida Ratu Tuan yang diiringi dengan Gong Bheri. Secara fungsi, tarian ini tergolong dalam tari wali (sakral) yang ditarikan ketika sedang berlangsung upacara piodalan di pura-pura. Pura-pura itu adalah berada di Banjar Semawang maupun Desa Adat Intaran. Yakni, di antaranya Pura Cemara Geseng, Pura Ketapang Kembar, Pura Giri Kusuma, Pura Dalem Pengembak, Pura Bengkel, Pura Kedaton, dan Pura Desa Kelandis.
Penyungsung Ida Ratu Tuan Baris Cina ini adalah sebagaian besar masyarakat Banjar Semawang Desa Adat Intaran Sanur yang memiliki kepercayaan kuat terhadap keberadaan Ida Ratu Tuan yang di sungsung secara turun-temurun. Upacara piodalan di Pura Kesumajati sebagai Linggih Ida Ratu Tuan dan Gong Bheri dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada hari Saniscara Wuku Wayang (Tumpek Wayang).
Baris Cina juga ditarikan untuk upacara Bhuta Yadnya di pura-pura ataupun di catus patha desa, juga dipentaskan untuk upacara Manusa Yadnya, seperti membayar kaul (naur sesangi). Mereka meyakini dan telah membuktikan bahwa Baris Cina memiliki kekuatan magis dan kekuatan untuk melindungi masyarakat penyungsungnya, serta mengabulkan permohonan yang betul-betul tulus ikhlas.
Pasukan Tari Baris Cina ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Baris Selem (Baris Hitam) dan Baris Putih. Kelompok Baris Selem memakai kostum hitam dengan slempot, yaitu kain putih yang diikatkan di pinggang, sedangkan Baris Putih memakai kostum putih dengan slempot hitam.
Rangkaian menarikan Baris Cina, pertama, upacara pemedek, yang diikuti oleh seluruh masyarakat penyungsung, penari, penabuh, pemangku, sadeg, pepatih duduk di jeroan pura. Tujuannya adalah untuk memohon ijin kepada Ida Ratu Tuan bahwa mereka akan mementaskan Tari Baris Cina. Selanjutnya, kedua, mempersembahkan banten penyambleh terdiri dari daksina, anaman kelanan, soda kepelan, rayunan, canang gantal, canang sari, tepung tawar, kawas, segehan, arak-berem, toya anyar, pitik selem atau putih untuk pelengkap segehan.
Ketiga, berlanjut dengan penampilan tari Baris Selem sebagai pembuka, kemudian semua penari Baris Selem duduk di depan gamelan Gong Bheri, yang kemudian dilanjutkan dengan tarian Baris Putih.
Pada rangkaian keempat, upacara nuwur, terjadi dialog antara panyungsung dengan yang disungsung melalui sadeg yang trance, saat inilah keluar bahasa dan logat Cina dalam berkomunikasi. Penutupnya berupa upacara panyimpenan. Upacara ini merupakan bagian penutup yang kembali melakukan persembahan sesajen dan tetabuhan arak berem, memohon agar Ida Ratu Tuan kembali berstana di palinggihnya.