Ekowisata Subak Angga Baya

Pertanian Bali telah dipertahankan selama berabad-abad melalui sistem irigasi tradisional yang disebut Subak Anggabaya. Sistem ini adalah bentuk manajemen kooperatif sumber daya air yang menekankan harmoni antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Sistem Subak Anggabaya didasarkan pada konsep Tri Hita Karana, yang merupakan filsafat Bali yang mengakui keterkaitan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Filsafat ini telah memandu orang Bali dalam mengelola sumber daya alam mereka, termasuk air, untuk memastikan pertanian yang berkelanjutan.

Sistem Subak Anggabaya beroperasi melalui jaringan yang kompleks dari saluran air, bendungan, dan sawah yang mendistribusikan air ke petani. Sistem ini dikelola oleh komite petani yang membuat keputusan tentang alokasi air, jadwal penanaman, dan praktik pertanian penting lainnya. Sistem ini memastikan bahwa air didistribusikan secara adil di antara para petani, terlepas dari ukuran lahan mereka. Sistem ini juga mendorong kerja sama antara petani, karena mereka bekerja sama untuk mengelola sumber daya air dan berbagi pengetahuan dan keahlian.

Sistem Subak Anggabaya tidak hanya berkelanjutan tetapi juga tangguh. Sistem ini telah bertahan selama bertahun-tahun dan telah beradaptasi dengan perubahan lingkungan, termasuk kekeringan dan banjir. Kekuatan sistem ini dapat diatribusikan pada organisasi sosial yang kuat di masyarakat, yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektif dan berbagi sumber daya. Di saat-saat krisis, seperti bencana alam atau kesulitan ekonomi, masyarakat bersatu untuk saling mendukung.

Sistem Subak Anggabaya juga telah berkontribusi pada pelestarian warisan budaya Bali. Ini adalah bagian integral dari budaya Bali dan telah diakui oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Keberhasilan sistem ini juga telah menginspirasi negara lain untuk mengadopsi praktik manajemen kooperatif yang serupa.

Meskipun sukses, sistem Subak Anggabaya menghadapi tantangan. Salah satu tantangan utama adalah ancaman urbanisasi dan konversi lahan pertanian menjadi penggunaan residensial atau komersial. Hal ini memberikan tekanan pada sumber daya air yang mendukung sistem Subak Anggabaya. Sebagai response, pemerintah Bali telah menerapkan kebijakan untuk melindungi lahan pertanian dan mendorong praktik penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Tantangan lainnya adalah perubahan iklim, yang telah menyebabkan perubahan pola hujan dan peningkatan frekuensi kejadian cuaca ekstrem. Sistem Subak Anggabaya telah merespons tantangan ini dengan mengadopsi teknik baru, seperti pengumpulan air dan irigasi tetes. Teknik-teknik ini membantu petani

Tags: No tags

Comments are closed.