Pasar Kreneng

Pasar Kreneng Denpasar, didirikan pada tahun 1983, adalah pasar tradisional tertua di area tersebut. Dengan tiga lantai, pasar ini menampung sekitar 805 pedagang tetap dan 211 pedagang kaki lima. Nama Kreneng berasal dari lokasinya. Pada pagi hari, Pasar Kreneng Denpasar menawarkan berbagai kebutuhan sehari-hari, namun suasana berubah di malam hari. Pasar Kreneng khusus melayani wisatawan yang ingin menikmati kelezatan kuliner Bali dan kepulauan sekitarnya.

Pasar Kreneng buka setiap hari mulai dari pagi hingga malam. Pasar ini memberikan dua pengalaman yang berbeda: pasar pagi dan pasar malam (Pasar Senggol). Sekitar pukul 3 sore, pasar pagi perlahan berubah menjadi pasar malam saat para pedagang tiba dan mempersiapkan lapak mereka. Pukul 4 sore, pasar sudah beroperasi penuh dan melayani pelanggan dengan berbagai barang dagangan. Dengan harga yang terjangkau sekitar Rp 20.000, pengunjung dapat menikmati Lawar Bali, hidangan lokal yang terdiri dari daging babi cincang yang dibumbui dengan rempah-rempah dan sayuran. Hidangan ini umumnya tersedia di Pasar Kreneng, terutama saat pasar malam (Pasar Senggol).

Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi)

Monumen Perjuangan Rakyat Bali atau yang lebih dikenal sebagai Monumen Bajra Sandhi, terletak di pusat kota Denpasar, ibu kota Bali, merupakan sebuah bukti yang kuat akan warisan budaya yang kaya dan semangat tak tergoyahkan pulau ini. Monumen megah ini, juga dikenal sebagai Monumen Bajra Sandhi, menjadi pengingat simbolis akan perjuangan sejarah Bali dan ketangguhannya dalam menghadapi tantangan. Dengan arsitektur yang menakjubkan dan pameran yang memukau, Monumen Bajra Sandhi telah menjadi landmark populer yang menarik wisatawan dan penduduk setempat.

Arsitektur monumen ini terinspirasi oleh konsep “mandala” Bali, yang melambangkan alam semesta dan keseimbangan harmonis. Didesain oleh arsitek terkenal Bali, Ida Bagus Gede Yadnya, struktur ini menjulang setinggi 45 meter, terdiri dari tiga tingkat. Setiap tingkat mewakili tahap sejarah Bali yang berbeda, dengan berbagai diorama, tampilan, dan pameran interaktif yang memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada pengunjung mengenai masa lalu pulau ini.

Tingkat Bawah: Tingkat pertama monumen menawarkan wawasan tentang era prasejarah Bali, dengan diorama yang menggambarkan permukiman Bali awal, praktik pertanian, dan tradisi budaya. Pengunjung dapat belajar tentang komunitas asli pulau ini dan hubungan harmonis mereka dengan alam.

Tingkat Kedua: Pindah ke tingkat kedua, pengunjung diperkenalkan pada kerajaan-kerajaan kuno Bali dan kontribusi mereka terhadap warisan budaya, seni, dan agama pulau ini. Patung-patung yang diukir dengan detail dan pameran mengungkapkan cerita sejarah dan mitologi yang telah membentuk masyarakat Bali.

Tingkat Ketiga: Tingkat terakhir Monumen Bajra Sandhi menggambarkan era modern, dengan menyoroti perjuangan Bali untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan dan perkembangan ekonomi pulau ini. Bagian ini menghormati individu-individu pemberani yang berjuang untuk kedaulatan Bali dan memamerkan perkembangan ekonomi pulau ini.

Monumen Bajra Sandhi menawarkan pengalaman komprehensif dan menarik melalui pameran dan kegiatan yang mengikutsertakan pengunjung. Selain pameran permanen, monumen ini menjadi tuan rumah acara budaya, pameran seni, dan pertunjukan tradisional, memungkinkan pengunjung untuk menyaksikan tradisi hidup Bali.

Selain itu, area luas di luar monumen berfungsi sebagai tempat berkumpulnya komunitas lokal, yang sering berkumpul untuk latihan tarian tradisional, musik, dan kegiatan budaya lainnya. Taman sekitarnya memberikan suasana yang tenang di mana pengunjung dapat bersantai dan menghargai keindahan sekitar.

Monumen Bajra Sandhi memainkan peran penting dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Bali. Monumen ini berfungsi sebagai pusat pendidikan, mencerahkan baik penduduk lokal maupun wisatawan tentang sejarah, nilai, dan tradisi pulau ini. Dengan memamerkan perjuangan dan kemenangan masyarakat Bali, monumen ini memupuk rasa bangga dan identitas di kalangan komunitas lokal sambil meningkatkan pemahaman lintas budaya.

Monumen Bajra Sandhi tegak sebagai lambang ketangguhan Bali, kekayaan budaya, dan komitmen dalam melestarikan warisannya. Monumen yang mengagumkan ini menawarkan perjalanan yang menarik melalui sejarah pulau ini, memberikan pengunjung apresiasi yang lebih dalam terhadap budaya yang hidup dan semangat tak tergoyahkan masyarakatnya. Sebagai tujuan wisata wajib di Bali, Monumen Bajra Sandhi menawarkan pengalaman yang memperjuangkan perayaan masa lalu, masa kini, dan masa depan pulau ini.

Patung Catur Muka

Patung Catur Muka didirikan 1973 oleh I Gusti Nyoman Lempad, seniman asal Ubud. Patung granit setinggi sembilan meter ini menghadap empat penjuru mata angin, yaitu barat, timur, utara, dan selatan. Patung ini dilengkapi dengan air mancur menari dan warna-warni layaknya pelangi saat disaksikan malam hari.

Sesuai namanya, Patung Catur Muka memiliki empat wajah yang masing-masingnya menghadap ke Jalan Surapati, Jalan Udayana, Jalan Veteran, dan Jalan Gajah Mada. Sosok patung ini menggambarkan Dewa Brahma dengan empat sifat berbeda.

Wajah yang menghadap timur disebut Shanghyang Iswara, mewakili sifat bijaksana. Wajah yang menghadap barat disebut Sanghyang Mahadewa, mewakili sifat kasih sayang.

Wajah yang menghadap utara disebut Sanghyang Wisnu, mewakili sifat kuat dan mensucikan jiwa manusia. Wajah yang menghadap selatan disebut Sanghyang Brahma, mewakili sifat menjaga ketentraman.

Museum Lukisan Sidik Jari

Museum sidik jari Denpasar dan sangat berbeda dengan museum yang lain di Bali. Museum lukisan buka dari hari Senin – Sabtu, hari Minggu tutup. Jam buka museum lukisan sidik jari dari jam, 08:00 – 16:00. Rata-rata waktu yang dihabiskan pengunjung saat berada di gallery lukisan, kurang lebih 2 jam.

Lokasi museum lukisan sidik jari Denpasar terletak di Jalan Hayam Wuruk No 175, Tanjung Bungkak Denpasar Bali. Jika anda berangkat dari bandara Ngurah Rai, akan menempuh waktu kurang lebih 40 menit. Jaraknya hanya 15 km dari bandara Ngurah Rai, tapi karena kemacetan di kota Denpasar, maka waktu tempuh bertambah.

Sebagian besar dari kita, saat mendengar kata museum, pasti membayangkan sebuah tempat untuk menyimpan koleksi barang peninggalan zaman dahulu atau koleksi penyimpanan peninggalan prasejarah, baik itu berupa batu, patung, lukisan ataupun benda antik.

Lain halnya dengan museum sidik jari Denpasar dan sangat berbeda dengan museum yang lain di Bali. Museum lukisan buka dari hari Senin – Sabtu, hari Minggu tutup. Jam buka museum lukisan sidik jari dari jam, 08:00 – 16:00. Rata-rata waktu yang dihabiskan pengunjung saat berada di gallery lukisan, kurang lebih 2 jam.

Lokasi museum lukisan sidik jari Denpasar terletak di Jalan Hayam Wuruk No 175, Tanjung Bungkak Denpasar Bali. Jika anda berangkat dari bandara Ngurah Rai, akan menempuh waktu kurang lebih 40 menit. Jaraknya hanya 15 km dari bandara Ngurah Rai, tapi karena kemacetan di kota Denpasar, maka waktu tempuh bertambah.

Museum Sidik Jari Denpasar dibangun pada tahun 1993. Peresmian dilakukan setelah 2 tahun, tepatnya pada bulan Juli 1995. Tokoh yang memiliki gagasan, sekaligus pemilik dari museum lukisan Sidik Jari Denpasar adalah bapak Gede Ngurah Rai Pemecutan. Ada filosofi tersendiri, dibalik penamaan museum sidik jari. Museum ini dinamakan museum Sidik Jari karena berkaitan dengan cara yang digunakan ketika melukis. Metodenya ujung jari pelukis diolesi oleh berbagai macam warna cat lukis sesuai dengan imajinasi dari pelukisnya. Karena melukis menggunakan jari tanpa menggunakan kuas, tentunya terdapat bekas sidik jari dari tangan pelukis. Cara melukis ini yang dinamakan lukisan Sidik Jari.

Sejarah menggunakan jari untuk melukis, semuanya berawal dari kegagalan dalam menyelesaikan lukisan tari Baris. Bapak Gede Ngurah memperbaiki lukisan tari Baris bukan dengan kuas, melainkan dengan memoles tangannya dengan cat lukis, kemudian memoleskan cat warna-warna diatas lukisan tari Baris tersebut menggunakan jari tangan. Setelah lukisan tari Baris selesai diperbaiki, ternyata lukisan tari Baris tampak sangat indah dengan goresan sidik jari dari pelukisnya. Tentunya yang mengetahui seni lukis akan mengetahui letak keindahannya.

Museum 3D (I am Bali)

Terletak di Denpasar, tempat wisata dan rekreasi baru ini menawarkan berbagai lukisan 3D dengan harga terjangkau dan ramah di kantong. Jika Anda sedang merencanakan liburan di Bali, pertimbangkan untuk menambahkannya dalam daftar kunjungan Anda.

Dikenal dengan nama 3D Interactive Art Museum (I AM) atau Museum I Am Bali, museum ini terletak strategis di pusat Denpasar. Ini bisa menjadi tambahan yang bagus dalam tur kota Anda di Bali.

Museum ini terletak di lantai dasar Monumen Bajra Sandhi di Jalan Puputan Niti Mandala Renon. Monumen Bajra Sandhi sendiri merupakan objek wisata populer di Denpasar, berdiri megah di tengah lapangan hijau tempat warga setempat bersantai dan berpartisipasi dalam aktivitas olahraga ringan. Monumen ini juga terkenal sebagai kawasan tanpa kendaraan pada hari Minggu.

Dengan sekitar 102 lukisan yang dipamerkan, museum ini menampilkan berbagai tema, termasuk tokoh terkenal, binatang, kartun, fantasi, pemandangan alam, dan bahkan unsur budaya lokal seperti ogoh-ogoh.

I Am Bali Denpasar menawarkan pengalaman unik untuk liburan keluarga, memungkinkan Anda merasakan kehidupan dalam lukisan tiga dimensi. Anda akan memiliki kesempatan untuk memilih dari berbagai jenis lukisan yang dipamerkan.

Museum ini memiliki ruangan terbalik dengan efek khusus yang menciptakan pengalaman visual yang menakjubkan, membuat Anda merasa seolah-olah melawan gravitasi di ruangan terbalik. Selain itu, ada juga ruangan yang menciptakan ilusi, atmosfer menyeramkan, dan bahkan papan ajaib (skateboard miring) yang pasti menarik minat Anda. Semua atraksi ini menjamin kunjungan yang menyenangkan ke Denpasar.

3D Interactive Art Museum (I AM) Bali memiliki desain menarik dan modern, menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Untuk masuk ke museum, pengunjung diharuskan melepas alas kaki mereka untuk menjaga kebersihan lantai dan mencegah kerusakan pada lantai dan lukisan. Disarankan untuk menggunakan kaos kaki (atau dapat dibeli di tempat) agar kaki tetap bersih. Jika Anda menyukai foto selfie, museum ini adalah tempat yang ideal untuk mengabadikan momen dan menambah koleksi foto Instagram Anda.

Di dalam museum, Anda akan menemukan staf yang ramah dan siap membantu Anda dalam menemukan sudut terbaik dan mengambil foto yang berkesan. Ruang-ruangnya dilengkapi dengan AC dan menampilkan contoh-contoh pengambilan foto, termasuk saran sudut dan posisi yang baik. Kunjungan ke museum 3D di Denpasar ini pasti akan menawarkan pengalaman liburan yang menyenangkan dan menarik.

Museum Le Mayeur

Nama dari Museum Le Mayeur ini diambil dari nama pendirinya Andrien Jean Le Mayeur De Merpres, pelukis asal Belgia ini keturunan bangsawan terlahir pada tanggal 9 Februari 1880 di Ixelles, Brussel, secara akademis menyandang gelar insinyur bangunan. Mungkin karena keturunan dan bakat seni ayahnya yang juga seorang pelukis, maka Le Mayeur lebih menekuni dunianya di bidang seni lukis, bahkan untuk mengasah kemampuan melukisnya sempat berguru pada Ernest Blanc Garin, dan akhirnya berkeliling dunia seperti ke Italia, Perancis, Tunisia, Maroko, Aljazair, Thailand, India, Kamboja dan akhirnya sampai di Bali pada tahun 1932, dengan kapal laut melalui pelabuhan di Buleleng, dan Singaraja adalah kota pertama yang dikunjunginya.

Andrien Jean Le Mayeur De Merpres kemudian melanjutkan perjalanan ke Denpasar dan sewa rumah di Banjar Kelandis Denpasar, dan disinilah awal perkenalannya dengan Ni Nyoman Pollok yang terlahir pada 3 Maret 1917, seorang penari Legong cantik yang masih belia, kemudian dijadikan sebagai model dari lukisanya pada saat pameran lukisan di Singapore di tahun 1933, pameran tersebut sukses dan Le Mayeur pun jadi terkenal. Akhirnya 3 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1935 mereka menikah dengan upacara pernikahan adat Bali. Mereka akhirnya membangun rumah di pinggir pantai Sanur, di atas lahan seluas 32 are, sekaligus sebagai tempat melukis.

Sebagai seorang yang memiliki latar belakang arsitektur bangunan tentu ini cukup membantu Le Mayeur dalam mendesain bangunannya, dikombinasikan ornamen Bali yang dikerjakan oleh Ida Bagus Made Mas. Hasil menjual lukisannya dipakai untuk memperindah rumahnya, dan koleksi lukisan yang dianggap paling bagus dipakai sebagai koleksi pribadi. Pada tahun 1956, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Bapak Bahder Djohan, datang mengunjungi rumah Le Mayeur, terkesan dengan koleksi dan hasil lukisan pribadinya, kemudian meminta Le Mayeur menjadikan rumahnya sebagai museum, ide tersebut disambut baik oleh Le Mayeur dan terus berkarya untuk menambah serta meningkatkan mutu lukisannya.

Sehingga rencana awalnya hanya tinggal selama 8 bulan saja, namun akhirnya menetap sampai 26 tahun, itu pun mereka dipisahkan karena meninggalnya Le Mayeur pada pada tanggal 18 Juli 1958 di usianya yang ke 78 tahun karena kanker telinga parah, setelah impiannya terwujud mendirikan sebuah museum. Le Mayeur sendiri dimakamkan di Ixelles/Elsene, Brusel. Sepeninggal Le Mayeur, museum, tanah dan rumah diwariskan kepada Ni Pollok, dan museum itu sendiri dikelola oleh Ni Pollok. Pada zaman kejayaannya tidak hanya menteri Bahder Djohan sempat bertandang ke rumah Le Mayeur tetapi juga presiden Soekarno dan Perdana menteri India Jawaharlal Nehru.

Pasangan itu sendiri tidak memiliki keturunan, karena keinginan Ni Pollok untuk memiliki keturunan tidak diijinkan oleh suaminya, karena sebagai seorang model lukisannya, takut kalau hamil bentuk tubuh sang model tidak akan ideal lagi. Ni Pollok sendiri pada akhirnya menyerahkan apa yang diwariskan suaminya kepada pemerintah Indonesia dan didedikasikan sebagai sebuah museum. Sedangkan Ni Nyoman Pollok meninggal pada 27 Juli 1985 di usianya yang ke 68 tahun.

Bangunan arsitektur Bali tersebut sekarang ini juga dijadikan sebuah museum, kondisi fisik bangunan sudah cukup tua, saksi bisu kehidupan sepasang suami istri tersebut masih bisa anda saksikan sampai sekarang ini. Tema lukisan dari Andrien Jean Le Mayeur De Merpres bergaya impresionis, sebagian besar wanita Bali bertelanjang dada dan Ni Polok sendiri adalah model utamanya, tema lainnya adalah ekspresi budaya dan keindahan alam. Di Museum Le Mayeur tersimpan sekitar 88 buah lukisan, dibagi dalam berbagai jenis lukisan, sesuai dengan media yang digunakan seperti dengan media kanvas 28 lukisan, hardboard 25 lukisan, bagor 22 lukisan dan bahkan ada media triplek dan juga kertas yang menandakan pada saat tersebut susah mendapatkan media melukis yaitu pada pendudukan Jepang di Indonesia.

Beberapa lukisan yang cukup terkenal adalah Pollok yang menjadikan Ni Pollok sebagai model tunggalnya, lukisan tersebut dibuat pada tahun 1957 sangat indah dan berani, kemudian ada lukisan Memetik Bunga dan Di Sekitar Rumah Pollok. Cerita yang ada saat proses pembuatan lukisan tersebut, bahwa pada saat pembuatan lukisan sang model harus rela berjemur berjam-jam di bawah terik matahari dan tidak boleh bergerak dan mengeluh, padahal tema lukisan sang maestro lebih banyak bertelanjang dada. Hasil karya seni sang pelukis juga tidak semuanya dengan cat minyak ada dengan cat air bahkan pensil selain media kanvas juga tikar jerami yang halus, triplek dan kertas, karena saat itu susahnya bahan yang didapatkan dari Belgia karena jaman penjajahan Jepang.

Memasuki museum Le Mayeur maka anda disambut dengan indahnya kebun dalam areal museum. Sejumlah bangunan peninggalan dari Le Mayeur termasuk ornamen ukiran yang terpatri pada dinding bangunan masih terlihat jelas, namun sudah menjadi bangunan tua dan kuno, dinding bangunan terlihat sedikit usang, sejumlah furnitur tua bekas milik pribadi sang pelukis diletakkan di sudut ruangan, terlihat kurang begitu terjaga, sepertinya perlu mendapatkan perawatan, sejumlah ukiran kayu diletakkan sebagai penyekat ruangan. Lukisan-lukisan hasil karya sang pelukis legendaris ini dipajang dan diletakkan dalam bingkai kaca, sehingga aman dari jamahan tangan pengunjung.

Furnitur dan benda-benda bersejarah dari peninggalan Le Mayeur masih bisa anda temukan di dalam ruangan museum tersebut, seperti meja berukir, lemari, ranjang tempat tidur, kasur, lemari, keramik, jambangan bunga, patung, guci serta buku-buku milik Le Mayeur. Di sebelah Utara bangunan museum dibuatkan monumen sepasang patung suami istri Le Mayeur – Ni Pollok. Di belakang atau sebelah Barat bangunan Museum dibangun penginapan Pollok and Lemayeur Beach Front Hotel.

Museum Bali

Museum Bali, juga dikenal sebagai Museum Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Bali, adalah museum nasional yang terletak di Denpasar, Bali. Museum ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan artefak sejarah dan etnografis, dengan koleksi yang beragam yang mencerminkan perkembangan budaya dan masyarakat Bali di masa lalu. Pameran di museum ini menampilkan berbagai objek etnografis, termasuk alat-alat, peralatan rumah tangga, karya seni, artefak keagamaan, bahan tulisan, dan lain-lain.

Pendirian Museum Bali pertama kali diusulkan oleh arsitek W.F.J. Kroon pada tahun 1910, saat ia menjabat sebagai Asisten Residen Bali Selatan di Denpasar. Pembangunan gedung utama, Gedung Arca, dimulai pada tahun yang sama dengan dukungan dari raja-raja lokal Buleleng, Tabanan, Badung, dan Karangasem. Seiring waktu, koleksi museum berkembang di bawah kepemimpinan W.F. Sttuterhim, kepala departemen arkeologi, yang fokus pada perolehan artefak etnografis.

Pada tahun 1932, sebuah yayasan dibentuk untuk mengawasi manajemen dan pengembangan museum. Yayasan ini, dipimpin oleh H.R. Ha’ak dan terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka seperti G.J. Grader, G.M. Hendrikss, R. Goris, I Gusti Ngurah Alit (Raja Badung), I Gusti Bagus Negara, dan Walter Spies, berperan penting dalam operasional museum. Pada tanggal 8 Desember 1932, Museum Bali resmi dibuka untuk umum, dengan pameran permanen yang diselenggarakan di Gedung Tabanan, Karangasem, dan Buleleng, menampilkan artefak prasejarah, sejarah, dan etnografis, termasuk seni rupa.

Selama sejarahnya, museum mengalami beberapa perubahan administratif. Museum tersebut dikelola oleh pemerintah provinsi Bali, namun karena situasi yang sulit akibat perang, kemudian pada tahun 1965 diserahkan kepada pemerintah pusat di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan menjadi Museum Negara Provinsi Bali. Kemudian, pada tahun 2000, dengan diberlakukannya otonomi daerah, museum tersebut kembali diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali dan menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Bali yang dikenal sebagai Museum Bali UPTD.

Arsitektur museum ini memiliki gaya khas istana kerajaan di Denpasar, dengan dinding eksterior yang indah, halaman, dan gerbang masuk yang mengesankan. Di dalam kompleks museum, terdapat empat paviliun yang mewakili berbagai kabupaten di Bali. Paviliun Tabanan, yang terletak di bagian utara, menampilkan koleksi peralatan tari, termasuk kostum tari, berbagai topeng untuk tarian topeng, wayang kulit, keris Bali tradisional untuk tari Calonarang, serta beberapa patung kuno. Museum Bali UPTD juga menyimpan koleksi dalam berbagai bidang, seperti biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatika, filologi, keramik, dan seni rupa.

Paviliun tengah, Paviliun Buleleng, didesain dengan gaya pura di Bali bagian utara dan menampilkan koleksi pakaian tradisional Bali, termasuk kipas Bali khas.

Paviliun terakhir, Paviliun Badung, terletak dekat pintu masuk utama, dekat dengan bale kulkul yang menjulang tinggi, dan menampung berbagai koleksi prasejarah. Di paviliun ini, Anda dapat melihat alat-alat yang digunakan oleh manusia selama masa berburu, bertani, budidaya, dan masa logam. Lantai atas paviliun ini menampilkan koleksi seni rupa Bali.

Terletak di lokasi strategis di pusat Denpasar, tepatnya di Jalan Mayor Wisnu, Museum Bali dikelilingi oleh landmark terkenal. Di sebelah selatan museum terdapat Pura Jagatnatha, sementara Lapangan Puputan Badung dan Patung Catur Muka terletak di depan Museum Bali. Jika Anda menggunakan transportasi bermotor, perjalanan dari Bandara Ngurah Rai menuju museum biasanya memakan waktu sekitar 45 menit, dengan jarak tempuh sekitar 13 km.

Puri Agung Jro Kuta

Puri Agung Jro Kura didirikan oleh Dewa Gede Jambe Badung, kurang lebih pada tahun 1820M. Setelah Abiseka sebagai pejejengan Puri, Beliau bergelar Kyai Agung Gede Jro Kuta Kahunin gan.

Keluarga Puri Agung Jro Kuta merupakan keturunan langsung Puri Klungkung yakni Dewa Agung Kusamba yang merupakan Raja Klungkung.

Sebagai gambaran sejarah khususnya dalam upacara pitra yadnya, pengabenan di Puri Agung Jro Kuta boleh memakai sarana Naga Banda. Naga Banda tersebut digunakan karena merupakan keturunan langsung Raja Klungkung (Satria Dalem) yang telah Mabiseka Ratyu (Keprabon) yang artinya naik tahta sebagai raja.

Puri agung Jro Kuta hingga saat ini tata letak atau zona masih tertata seperti zaman dahulu didirikan memasuki halaman Puri Aung Jro Kuta terdapat 4 buah kori agung. Dalam istilah kerajaan dahulu disebut dengan Nyatur Singa atau empat lokasi berbeda dalam satu kawasan.

Halaman pertama adalah Jaba Ancak Saji terletak di sebelah barat daya puri dan biasanya digunakan untuk mempersiapkan diri sebelum masuk ke puri, kemudian dilanjutkan menuju Jaba Tengah, Jaba Tandeg, Saren Agung (ruang tamu raja), Suci, dan terakhir adalah Merajan Agung berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagai catatan sejarah, Puri Agung Jro Kuta merupakan pengempon dari pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu pura Sad Kahyangan di Bali yang terletak di desa Pecatu Kabupaten Badung.

Sisi lain dari Puri Agung Jro Kuta adalah tradisi Menenun. Hingga saat ini kerajinan tersebut masih dipertahankan di Puri Agung Jro Kuta. Meski produksi yang dihasilkan sangat tertinggal jauh dengan mesin industri tekstil dan modern, namun tradisi turun temurun ini tetap dilestarikan. Dilihat dari kain kain khas untuk upacara yadnya masih sangat diminati masyarakat.

Mempertahankan budaya dan kearifan lokal adalah ciri khas Puri Agung Jro Kuta, terbukti para perajin masih menggunakan alat tenun tradisional dari kayu yang berusia hampir puluhan tahun.

Kekuatan budaya, keterikatan dengan mempertahankan tradisi, merupakan upaya penting melestarikan keberagaman Pulau Dewata. Keberadaan Puri sebagai salah satu titik sentral jaman kerajaan terdahulu, hendaknya dapat terus dilestarikan.

Taman Budaya (Art Center)

Bali Art Center Denpasar atau Taman Budaya Bali merupakan bangunan yang ditujukan sebagai tempat pelestarian budaya serta pengembangan pusat kesenian Bali. Sebuah taman budaya yang digagas oleh mantan gubernur pertama, yaitu Ida Bagus Mantra. Beliau merupakan seorang pemimpin yang begitu peduli dengan nilai-nilai budaya.

Bali Art Center Denpasar juga merupakan salah satu tempat wisata yang menjadi destinasi wisata oleh para wisatawan. Anda yang berkunjung ke Art Centre akan banyak mengetahui mengenai kebudayaan serta kesenian, sehingga selain anda dapat bersenang-senang anda dapat menambah pengetahuan anda.

Bali Art Centre Denpasar adalah komplek bangunan yang memiliki luas kurang lebih 5 hektar. Dengan gaya arsitektur tradisional Bali, bangunan-bangunan yang ada disini begitu kokoh dan indah. Dilengkapi juga dengan taman-taman yang tertata rapi dan juga terdapat sebuah anak sungai yang berada di area taman.

Komplek bangunan yang ada di Bali Art Center Denpasar terbagi menjadi beberapa, seperti komplek bangunan suci, yang meliputi Pura Taman Beji, Bale Selonding, Bale Pepaosan, dan lainnya. Kemudian terdapat komplek bangunan tenang, yang meliputi Perpustakaan Widya Kusuma, tempat ini merupakan tempat menyimpan buku-buku tentang sejarah Bali.

Komplek bangunan setengah ramai, meliputi Studio Patung, Gedung Pameran Mahudara, Gedung Kriya, Wisma Seni dan Wantilan, tempat ini adalah aula tempat pameran seni Bali. Dan selanjutnya adalah komplek bangunan ramai yang meliputi, Panggung terbuka Ardha Candra dan Panggung tertutup Ksirarnawa, keduanya ini berada di selatan sungai.

Sebuah acara tahunan yang rutin diselenggarakan di Bali Art Centre Denpasar adalah Pesta Kesenian Bali atau PKB. Biasanya diadakan pada pertengahan Juni – Juli. Waktu-waktu tersebut sering bertepatan dengan liburan sekolah. Jadi anda dapat memanfaatkan waktu liburan untuk menikmati serunya Pesta Kesenian Bali.

Pada saat ada event PKB akan terdapat berbagai pagelaran seni pada setiap harinya. Anda dapat menyaksikan beragam pagelaran seperti Joged Bungbung, Tari Bondres, kreasi baru, wayang, seni tabuh dan masih banyak lagi tergantung pada Duta seni setiap Kabupaten di Bali yang akan mementaskan. Tidak hanya dari Bali, terdapat juga duta luar hingga mancanegara.

Selain pertunjukan seni, terdapat juga berbagai pameran seni seperti seni pahat, seni lukis, kain batik, kerajinan emas dan perak, serta berbagai kerajinan dan kearifan lokal dengan harga yang lebih murah serta terjangkau.

Beragam keseruan dapat anda saksikan di Art Centre Bali ini. Bagi anda yang ingin menikmati beragam kesenian tersebut anda tidak akan dikenai biaya tiket masuk.

Bagi anda yang tertarik untuk datang ke Bali Art Centre Denpasar ini, langsung saja anda menuju lokasinya di Jalan Nusa Indah Denpasar Bali, tepat di tengah – tengah kota Denpasar. Lokasinya cukup mudah untuk dijangkau apabila anda datang dari kawasan Kuta, Sanur, maupun Tanjung Benoa. Apabila dari bandara Ngurah Rai maka akan menempuh perjalanan sekitar 45 menit hingga 1 jam.

Pura Dalem Cemara

Latar belakang sejarah pendirian Pura Dalem Cemara tidak dapat ditemukan dalam sumber-sumber tertulis, tetapi cerita-cerita masyarakat sebagai pangempon dan penyungsung pura dapat digunakan sebagai salah satu narasi dalam menceritakan keberadaan pura ini.

Menurut pemangku pura, Jero Mangku Made Sukanadia dahulu masyarakat serangan merupakan nelayan-nelayan yang melintasi teluk di sekitaran Tanjung Benoa. Mereka datang dari, misalnya, sekitar Pamogan, Suwung, Kepaon, Kelan, Pago, Panjer, Dukuh, Pedungan, Intaran, Cemenggon, Batusasih (Batubulan).

Secara struktur, Pura Dalem Cemara posisinya menghadap ke barat dengan terbagi atas tiga halaman. Yaitu halaman dalam (utama mandala/jeroan), halaman tengah (madya mandala), dan halaman luar (nista mandala/jabaan).

Halaman dalam dan tengah dibatasi dengan tembok keliling yang terbuat dari susunan batu gamping (kapur) atau disebut juga dengan paras tombong, halaman luar dengan halaman tengah dihubungkan dengan paduraksa berupa candi bentar, sedangkan halaman tengah dengan halaman dalam dihubungkan dengan paduraksa berupa candi kurung (kori agung).

Halaman dalam (utama mandala/jeroan) di dalamnya berdiri bangunan maupun arca  seperti Candi Prasada sebagai Gedong Ratu Agung, Palinggih Tajuk, Gedong Bhatara Dalem Kahyangan, Gedong Bhatara Lamun, Piyasan, Gedong Bahatara Ratu Pemade, Bale Papelik, Gedong Bahatara Ratu Singosari, Palinggih Batur, Meru Bhatara Ratu Pasek, Tugu Kepah Kembar, Gedong Bhatara Ratu Hyang Gelar, Bale Pengaruman, Linggih Ratu Ayu, Palinggih Hyang Ibu, Gedong Bhatara Ratu Apuan, dan Palinggih Ratu Sawo.

Kemudian pada halaman tengah (madya mandala) terdapat juga bangunan seperti Palinggih Arca Prakangge, Bale Kulkul, Bale Gong, Perantenan, dan Palinggih Arca Taman. Halaman luar (nista mandala/jabaan) yang berada di sisi barat merupakan jalan, tanpa dikelilingi tembok.

Pura Dalem Cemara termasuk bagian dari pura kahyangan tiga atau pemujanya terikat oleh kesatuan wilayah dan dulu sebagai Pura Desa, Puseh, Dalem. Sekarang, pura ini merupakan bagian dari pura kahyangan tiga sebagai bersthananya Dewa Wisnu, dewa pemelihara. Hal ini diperkuat dengan adanya Pura Segara di sisi utara Pura Dalem Cemara yang memiliki simbol air sama dengan manifestasi Dewa Wisnu. Upacara piodalan di Pura Dalem Cemara dilaksanakan setiap 210 hari, yaitu pada hari Buda (Rabu) Kliwon, Wuku Sinta (hari raya Pagerwesi).