Makam Ratu Ayu Siti Khodijah: Kisah Multikulturalisme dan Legenda di Kota Denpasar

Makam Ratu Ayu Siti Khodijah ini merupakan bukti multikuralisme sudah sejak lama ada di Kota Denpasar. Makam ini berada di utara Setra Agung Badung, Desa Pekraman Denpasar. Tepatnya di sebelah timur Pura Dalem Kahyangan Denpasar.

Ratu Ayu Siti Khodijah Pemecutan, merupakan makam salah satu putri Raja Pemecutan bernama Gusti Ayu Made Rai atau disebut juga dengan Raden Ayu Pemecutan. Namun tidak jelas dari Raja Pemecutan yang mana. Ia menikah dengan putra Raja Bangkalan yang bernama Raden Sosroningrat. Setelah pernikahan mereka, Dewi Ayu diajak ke Madura, memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Siti Khotijah.

Cerita awal sang Raden Ayu Pemecutan, seperti cerita legenda putri-putri keraton di seluruh nusantara. Sang putri terkenal cantik dan disayang hingga menjadi kembang kerajaan. Tak sedikit para pembesar kerajaan di Bali yang ingin meminang sang putri. Namun musibah datang, sang putri mengidap penyakit kuning. Raja Pemecutan berusaha untuk menyembuhkan sang anak kesayangan, namun tak berhasil menyembuhkan sang putri. Hingga Raja Pemecutan membuat sebuah sayembara yang bisa menyembuhkan penyakit sang putri, jika perempuan akan diangkat jadi anak raja dan jika laki-laki akan di kawinkan dengan Raden Ayu Pemecutan.

Kabar tentang sayembara ini terdengar oleh seorang ulama di Yogyakarta dan mempunyai seorang anak didik yang jadi raja di Madura yaitu Pangeran Cakraningrat IV. Ulama yang dalam buku Sejarah keramat Raden Ayu Pemecutan disebut Syech ini memanggil Pangeran Cakraningrat IV ke Yogyakarta untuk mengikuti sayembara tersebut. Raja Madura ini berangkat ke Bali, hasilnya dapat ditebak Raden Ayu Pemecutan dapat disembuhkan oleh Pangeran Cakraningrat IV.

Setelah sang putri sembuh, lalu Raden Ayu Pemecutan dan Pangeran Cakraningrat IV dikawinkan. Tentunya dalam perkawinan muslim, keduanya harus beragama Islam, Raden Ayu Pemecutan pun jadi mualaf dan bergelar Raden Ayu Siti Khotijah. Sang putri lalu di boyong ke Madura oleh Pangeran Cakraningrat IV.

Suatu ketika Raden Ayu pulang ke Bali beserta 40 orang pegiring dan pengawal. Pangeran Cakraningrat IV memberikan bekal berupa guci, keris dan sebuah pusaka berbentuk tusuk konde yang diselipkan di rambut sang putri. Sesampainya di kerajaan Pamecutan, Siti Khotijah disambut dengan riang gembira. Namun, kala itu tidak ada yang mengetahui bahwa sang putri telah memeluk agama Islam. Suatu hari ketika ada suatu upacara Meligia atau Nyekah yaitu upacara Atma Wedana yang dilanjutkan dengan Ngelingihan (Menyetanakan) Betara Hyang di Pemerajan (tempat suci keluarga) Puri Pemecutan, Raden Ayu Pemecutan berkunjung ke Puri tempat kelahirannya. Pada suatu hari saat sandikala (menjelang petang) di Puri, Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Kotijah menjalankan persembahyangan (ibadah sholat maghrib) di Merajan Puri dengan menggunakan Mukena (Krudung). Ketika itu salah seorang Patih di Puri melihat hal tersebut. Para patih dan pengawal kerajaan tidak menyadari bahwa Puri telah memeluk islam dan sedang melakukan ibadah sholat. Menurut kepercayaan di Bali, hal tersebut dianggap aneh dan dikatakan sebagai penganut aliran ilmu hitam.

Akibat ketidaktahuan pengawal istana, ‘keanehan’ yang disaksikan di halaman istana membuat pengawal dan patih kerajaan menjadi geram dan melaporakan hal tersebut kepada Raja. Mendengar laporan Ki Patih tersebut, Sang Raja menjadi murka. Ki Patih diperintahkan kemudian untuk membunuh Raden Ayu Siti Khotijah. Raden Ayu Siti Khotijah dibawa ke kuburan areal pemakaman yang luasnya 9 Ha. Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya “aku sudah punya firasat sebelumnya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja, maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa aku ketika itu sedang sholat atau sembahyang menurut kepercayaan Islam, tidak ada maksud jahat apalagi ngeleak.” Demikian kata Siti Khotijah.

Raden Ayu berpesan kepada Sang patih “jangan aku dibunuh dengan menggunakan senjata tajam, karena senjata tajam tak akan membunuhku. Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde yang diikat dengan daun sirih serta dililitkan dengan benang tiga warna, merah, putih dan hitam (Tri Datu), tusukkan ke dadaku. Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat”.

Setelah meninggalnya Raden Ayu, bahwa memang betul dari badanya keluar asap dan ternyata bau yang keluar sangatlah harum. Peristiwa itu sangat mengejutkan para patih dan pengawal. Perasaan dari para patih dan pengiringnya menjadi tak menentu, ada yang menangis. Sang raja menjadi sangat menyesal dengan keputusan belia . Jenasah Raden Ayu dimakamkan di tempat tersebut serta dibuatkan tempat suci yang disebut kramat, sesuai dengan permintaan beliau menjelang dibunuh. Untuk merawat makam kramat tersebut, ditunjuklah Gede Sedahan Gelogor yang saat itu menjadi kepala urusan istana di Puri Pemecutan

Menyelami Sejarah dan Tradisi Pura Tambang Badung: Dari Pura Taman ke Pura Penambangan Badung

Pura Tambang Badung terletak di Banjar Pemedilan Kerandan, Desa Pemecutan, Denpasar. Tepatnya di Jalan Gunung Batukaru, sebelah barat Pura Pasah Pemedilan. Pura Tambang Badung merupakan salah satu jajaran pura tua yang ada di Bali.

Pura ini dulunya bernama Pura Taman, kemudian berubah menjadi Pura Ayu Panesteran Panembahan Badung, baru akhirnya menjadi Pura Penambang Badung. Pura Tambangan Badung sendiri memiliki beberapa tradisi. Ada Tari Baris Tangklong yang dipentaskan setiap Penampahan Galungan dan Tradisi Siyat Sampian yang dilaksanakan setiap Manis Kuningan. Tujuan tradisi ini adalah untuk pembersihan mala dan menanamkan jiwa ksatria.

Pura Penambangan Badung merupakan pura yang berfungsi sebagai pura kerajaan Badung. Menurut sumber-sumber tradisional, pura ini didirikan pada awal-awal berdirinya kerajaan Badung oleh Kiyai Jambe Pule, yang bergelar Kiyai Anglurah Pemecutan I.

Nama Pura Penambangan erat kaitannya dengan anugerah yang diterima Kiyai Jambe Pule di Gunung Batukaru, yaitu berupa pecut (cemeti) dan tambang (tali). Pura ini dimaknai sebagai tali pengikat keluarga dan warga Pemecutan. Di pura ini berdiri berbagai palinggih (bangunan suci), termasuk paibon (ikatan keluarga) dari semua warga yang berjasa dalam pendirian Kerajaan Badung.

Tercatat ada 52 palinggih dengan 18 di antaranya merupakan palinggih paibon dan sisanya merupakan palinggih panyawangan berbagai pura penting di Bali. Pura ini di-empon (di bawah tanggung jawab) warga Puri Pemecutan. Upacara pujawali (hari peringatan berdirinya pura) dilaksanakan saban Purnama Kadasa (purnama pada bulan ke sepuluh dalam tradisi penanggalan Bali, sekitar bulan Maret).

Taman Inspirasi Muntig Siokan: Surga Alam dan Matahari Terbenam di Sanur

Taman ini berlokasi di Pantai Mertasari, Sanur. Lokasinya ada di sisi barat pantai dari parkiran.
Destinasi wisata ini dikembangkan oleh warga Desa Adat Intaran Sanur. Fasilitas yang ada di Taman Inspirasi Muntig Siokan sangat lengkap, mulai dari playground, jineng Bali, hingga kano. Di taman ini terdapat warung-warung yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau.

Salah satu wahana yang menjadi daya tarik utama di Taman Inspirasi Munting Siokan adalah wahana menaiki onta dan kuda. Wahana ini menjadi salah satu wahana favorit wisatawan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Ada juga masyarakat adat setempat yang menyewakan kano bagi yang meyukai olahraga ini. Bagi pungunjung yang ingin berwisata sepanjang hari di taman ini, tersedia juga gazebo-gazebo dengan gaya Bali yang beratapkan alang-alang.

Ada juga tempat dan sarana bermain khusus bagi anak-anak, seperti ayunan dan bebek-bebekan. Tempat yang sangat tepat bersantai bersama keluarga sembari menikmati suasana pantai dan pemandangan kapal-kapal bersandar.

Taman Inspirasi Muntig siokan adalah tujuan wisata yang wajib dikunjungi bagi para pecinta alam dan pengagum matahari terbenam. Taman yang indah ini menawarkan kesempatan untuk mengagumi kehijauan hutan yang subur, serta menyaksikan matahari terbenam yang memukau menghilang di balik cakrawala.

Taman ini memiliki hutan yang subur yang menjadi rumah bagi beragam flora dan fauna. Taman ini adalah tempat yang ideal bagi para pecinta alam untuk melarikan diri dari hiruk-pikuk kota dan kembali bersatu dengan alam. Pengunjung dapat berjalan-jalan melalui hutan dan meresapi suasana yang tenang yang mengelilingi mereka. Taman ini juga memiliki danau yang menakjubkan, yang menambah keindahan alami taman.

Salah satu daya tarik utama dari Taman Inspirasi Muntig Siokan adalah matahari terbenam yang menakjubkan yang dapat disaksikan dari taman. Ketika matahari perlahan-lahan tenggelam di balik cakrawala, langit berubah menjadi beragam warna, menciptakan pemandangan yang indah yang akan membuat pengunjung terpesona. Taman ini menawarkan berbagai sudut pandang di mana pengunjung dapat menonton matahari terbenam.

Taman ini tidak hanya populer di kalangan pengunjung lokal tetapi juga menarik banyak wisatawan domestik dari luar Bali dan bahkan wisatawan asing. Keindahan alam taman dan suasana yang tenang menjadikannya sebagai tujuan yang ideal bagi mereka yang mencari istirahat dari kehidupan mereka yang sibuk. Taman ini menawarkan berbagai kegiatan seperti jogging, bersepeda, dan piknik, menjadikannya tempat yang sempurna untuk keluarga dan kelompok menghabiskan waktu berkualitas bersama.

Sebagai kesimpulan, Taman Inspirasi Mertasari adalah tujuan yang sempurna bagi mereka yang mencari untuk mengagumi keindahan alam Bali dan menyaksikan matahari terbenam yang menakjubkan menghilang di balik cakrawala. Suasana yang tenang di taman, ditambah dengan acara budaya dan seni, menjadikannya sebagai tujuan yang wajib dikunjungi bagi wisatawan dari seluruh dunia. Mari bergegas menikmati suasana temaram sunset di Muntik Siokan.

Subak Sembung: Surga Ekowisata dan Lari di Tengah Hamparan Sawah Denpasar

Penyuka olahraga lari pantang untuk melewatkan destinasi satu ini. Subak Sembung atau Uma Pala. Lokasinya ada di Jalan Ahmad Yani, Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Subak ini merupakan salah satu tujuan wajib bagi mereka penyuka olahraga lari. Pasalnya, disini Anda bisa menikmati udara segar sekaligus menikmati pemandangan berupa hamparan sawah. Pematang sawah ini dilengkapi dengan jalan beton selebar 2 meter sepanjang sekitar 1 km. Saluran air di sebelah jalan beton mengalirkan air dengan lancar, membelah dan mengairi sawah.

Sejumlah delegasi internasional sudah banyak menjadikan Subak Embung sebagai lokasi ekowisata. Lokasi ini sangat sayang untuk dilewatkan saat mencari tujuan wisata di daerah Denpasar Utara. Di lahan seluas 11 hektare ini, Anda bisa menghabiskan waktu dengan melihat bagaimana pemanfaatan subak sebagai salah satu bentuk ekowisata. Jika beruntung, Anda dapat berinteraksi dengan petani pemilik lahan yang jumlahnya sebanyak 200 orang. Mereka inilah yang setiap hari menjaga eksistensi Subak Embung di tengah-tengah ancaman alih fungsi lahan.

Keistimewaan destinasi ini, meskipun menjadi lokasi wisata, para petani tetap berproduksi normal seperti sedia kala. Sejumlah bale bengong untuk bersantai ditempatkan di pinggir jalan, tempat pengunjung melepas lelah atau beristirahat menikmati pemandangan hijau. Petani-petani di Subak Sembung tak lagi menggunakan pupuk kimia demi melestarikan sawah mereka. Pupuk organik diutamakan, sejalan dengan awig-awig (aturan adat) subak yang melarang anggotanya mengalihfungsikan sawah.

Ekowisata Subak Embung menjadi saksi bahwa pemanfaatan lahan sawah dapat bersinergi dengan industri pariwisata. Di subak ini, pengunjung juga dapat mencicipi jajanan tradisional yang dijual oleh warga lokal di dekat pintu masuk dan parkiran kendaraan. Oh iya, meskipun sebuah subak, pengelola ekowisata ini sudah menyiapkan lahan parkir luas sehingga tidak perlu khawatir jika Anda akan berkunjung ke sini. Disarankan, bagi yang enggan berpanas-panasan, datang pada pagi hari maupun sore hari sebelum matahari tenggelam. Dijamin semakin jatuh cinta dengan keindahan penataan Subak Embung atau Uma Sari.

Pesona Spiritual Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap: Perpaduan Sejarah dan Kemakmuran di Muara Tukad Badung

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap tidak hanya difungsikan untuk beribadah bagi umat Hindu semata. Pura ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi yang menarik di kota Denpasar. Bagi Anda yang ingin mendapatkan ketenangan berbalut aura spiritual, maka tidak ada salahnya mengunjungi pura yang dikelilingi oleh muara ini.

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap berlokasi di perbatasan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tepatnya, di Muara Tukad Badung di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar. Diyakini yang berstana Ida Ratu Bhatari Nihang Sakti, sebagai Dewi Kemakmuran. Sebagaimana difungsikan sebagai pura untuk mendapatkan kemakmuran, pura ini tidak pernah sepi dikunjungi pemedek. Keberadaan pura ini juga menjadi tujuan bagi para pedagang dan nelayan untuk memohon kemakmuran.

Dari penuturan Pemangku Pura Luhur Candi Narmada, IB Made Sudana, sebelum berdiri megah seperti saat ini, pura Luhur Tanah Kilap ini sudah ada, namun masih berupa pura sederhana. “Sejarah pura ini tertulis dalam lontar yang ditemukan di Griya Gede Gunung Beau Muncan- Karangasem,” jelasnya.

Adapun sejarah dari pura ini, seperti yang diceritakan Sudana, pada zaman pemerintahan kerajaan Bandana Raja, di pesisir bagian selatan pulau Bali hiduplah seorang Bendega (nelayan) bernama Pan Santeng, yang sehari-harinya hidup dari aktivitasnya sebagai nelayan di muara sungai yang menghadap ke laut Selatan Bali. Pada suatu hari, ketika sedang melaut, ternyata Pan Santeng sama sekali tidak mendapat hasil, dan kejadian tersebut berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Akhirnya pada hari ketiga, akhirnya Pan Santeng mengucapkan janji masesangi (kaul), jika mendapatkan ikan, maka dia akan menghaturkan pekelem dan doanya pun terkabul.

“Sehingga Pan Santeng membangun pelinggih di atas batu karang dan setiap hari dengan tekun sang Bendega menghaturkan Bhakti di pelinggih tersebut, seiring dengan semakin banyaknya hasil tangkapan yang diperolehnya,” lanjut Sudana.

Hingga suatu hari, Pan Santeng mendapat sabda jika pelinggih tersebut adalah tempat stana Ida Brahma Putri dari Patni Keniten yang bernama Ida Ayu Ngurah Saraswati Swabhawa.

Demikianlah intisari dari sejarah Pura Luhur Candi Narmada dan pura tersebut selama berabad-abad tetap berupa pelinggih batu sederhana di atas karang, hingga akhirnya dilanjutkan Sudana pada tahun 1958 ada seorang ibu dari Kuta menerima pawisik untuk membangun sanggar agung di kawasan pelinggih Ratu Niang Sakti.

Akhirnya sanggar agung dibangun, dan lambat lain pelinggih tersebut semakin banyak dikunjungi masyarakat dari seluruh Kota Denpasar maupun dari luar Denpasar. “Terutama oleh para pedagang dan nelayan, pura ini menjadi tempat untuk memohon anugrah,” lanjutnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, secara perlahan, pembangunan pura Luhur Tanah Kilap semakin berkembang dengan beberapa gedong dan bangunan lainnya mulai dari Bale Kulkul, Pelinggih Ratu Gede Bendega, Gelung kuri dan Peletasan, Pelinggih Padmasana, Pelinggih Meru dan Negara Segara, Pelinggih Berada Rambut Sedana, Pelinggih Penglurah, Pelinggih Bhatara Wisnu, Pelinggih Ratu Bagus, Pelinggih Jineng, Pelinggih Bhatari Niang Sakti, Gedong Simpen dan Telaga Waja serta Bale Peselang.

Dikatakan Sudana, pelinggih tersebut berada di utama Mandala Pura Luhur Tanah Kilap. Sedangkan di areal palemahan, terdapat dua pelinggih lain yakni Pelinggih Persimpangan Bhatara Dalem Ped yang terletak di sebelah timur dan Pura Taman dan Tapa Gni yang terletak di sebelah Barat. Pelinggih dan pura-pura yang ada ini adalah satu kesatuan di Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap.

Menjelajah Waktu di Kebon Vintage Cars: Surga Bagi Penggemar Mobil Klasik di Denpasar

Destinasi ini ditujuan buat penggemar mobil klasik. Jangan mengira di Kota Denpasar tidak ada objek wisata yang memamerkan mobil-mobil klasik. Di Kebon Vintage Cars, dahaga Anda akan mobil klasik dari berbagai negara bisa dijamin akan terpuaskan. Ada lebih dari 100 unit mobil klasik keluaran tahun lama dipajang disini.

Beberapa mobil klasik yang bisa ditemukan disini seperti model Volvo 960 Limousine tahun 1991, Cadillac Fleetwood 75 Limousine tahun 1953, Austin A90 Atlantic tahun 1949-1952, sampai Dodge Brothers Spesial Series 116 Four Door tahun 1924 juga ada. Sejumlah mobil klasik itu terpajang rapi dan mudah untuk disentuh oleh pengunjung.

Bahkan, ada salah satu mobil jenis Plymouth Hudson Hornet keluaran tahun 1948 yang di BKPBnya tertera nama Fatmawati. Beliau adalah istri dari Presiden RI Soekarno. Beberapa mobil yang dipajang disini masih dapat digunakan untuk kegiataan.

Kebon Vintage ini dimiliki oleh Jos Dharmawan. Lokasinya berada di Jalan Tegal Harum No.13, Biaung, Kecamatan Denpasar Timur. Lokasinya mudah dijangkau jika Anda hendak menuju Gianyar. Meskipun dimiliki perorangan, tetapi destinasi ini dibuka untuk umum. Destinasi ini tergolong objek wisata baru karena baru dibuka pada saat pandemi Covid-19.

Awalnya oleh pemiliknya, tempat ini hanya garasi untuk mobil-mobil koleksi pribadinya. Adanya pandemi kemudian diputuskan untuk dibuka bagi masyarakat umum. Hingga saat ini cukup banyak pengunjung yang datang melihat-lihat koleksi mobil-mobil antik di Kebon Vintage Cars. Anda tidak perlu khawatir tiba disini, karena pengelola juga membuka layanan bagi pengunjung yang membutuhkan makanan dan minuman.

Menapak Jejak Sejarah di Puri Pemecutan: Warisan Perjuangan Bali Melawan Penjajah

Puri Agung Pemecutan merupakan salah satu puri atau keraton kerajaan Bali yang masih berdiri hingga sampai saat ini. Pemecutan berasal dari kata pecut/cambuk sehingga sering dikaitkan dengan pecut/cambuk. Dahulunya Puri Agung Pemecutan Kuno dilalap kobaran api pada tanggal 20 September 1906 atas perintah Raja Gusti Ngurah Pemecutan yang bergelar Ida Cokorda Pemecutan IX saat memimpin rakyat bali turun ke medan perang untuk memperjuangkan tanah airnya yang dikenal dengan Perang Puputan Badung. Walaupun dengan semangat yang membara, Raja bersama rakyatnya akhirnya gugur dalam perang dengan latar belakang puri terbakar di belakangnya. Untuk mengenang beliau telah dibuat monumen Ida Cokorda Pemecutan IX diperempatan jalan Puri Agung Pemecutan

Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X

Ida Meparab Anak Agung Sagung Adi

Anak Agung Ngurah Gede Lanang Pemecutan

Setelah Perang Puputan Badung, terjadi kekosongan pemerintahan terjadi di Puri Agung Pemecutan. Dikarenakan Ida Cokorda Pemecutan IX tidak memiliki keturunan laki-laki dan hanya memiliki seorang putri yaitu Ida Meparab Anak Agung Sagung Adi, kemudian atas prakarsa keluarga besar Puri Agung Pemecutan dan Warga Ageng Pemecutan dan untuk melestarikan budaya leluhur terdahulu, maka diangkatlah keponakannya I Gusti Ngurah Gde Pemecutan/ Kyahi Ngurah Gde Pemecutan untuk menjadi Raja Pemecutan yang kemudian bergelar Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X serta kakak beliau dari lain ibu yang Bernama Ida Anak Agung Gede Lanang Pemecutan sebagai wakilnya. Beliau sebagai kakak beradik menampakan kehidupan yang rukun dan selalu mengutamakan musyawarah mufakat dalam penyelesaian masalah sehingga masyarakat sangat segan kepada mereka.

Dikarenakan Puri Agung Pemecutan Kuno sudah hancur dan hanya menyisakan Bale Kulkul di sebelah selatan Puri Agung Pemecutan Kuno, maka Jero Kanginan yang berada tepat didepan Puri Agung Pemecutan Kuno direhab menjadi Puri Agung Pemecutan yang baru, beralamat di Jalan Thamrin Nomor 2 Denpasar. Sampai saat ini Puri Agung Pemecutan masih dijaga keaslian dan kesakralannya serta menjadi tempat tinggal bagi keturunan Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X dan Ida Anak Agung Gede Lanang Pemecutan. Sehingga menjadikan Puri Agung Pemecutan yang berada di Pusat Kota Denpasar sebagai salah satu cagar budaya yang patut untuk dilestarikan.

Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X

Di Puri Agung Pemecutan terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi dan manfaat masing-masing. Puri Agung Pemecutan sendiri terdiri dari 3 bagian utama yaitu:

Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala.

Nista Mandala

Nista Mandala adalah bagian terluar dari Puri disebut juga sebagai “jaba puri” terdapat bangunan sebagai pemisah antara Madya Mandala dan Nista Mandala yaitu Kori Agung Puri Agung Pemecutan. 

Merupakan gerbang utama yang terdiri dari 1 pintu utama yang terletak di tengah-tengah dan 2 “betel”. Pintu utama hanya dipergunakan saat diadakan upacara adat dan keagamaan, dan disakralkan oleh keluarga Puri Agung Pemecutan, sedangkan 2 “betel” dipergunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Di pojokan barat daya jaba puri terdapat Bale Bengong, yang dipergunakan oleh keluarga Puri Agung Pemecutan untuk memantau kegiatan masyarakat disekitaran Puri Agung Pemecutan. Terdapat kulkul yang dahulunya dipergunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan masyarakat.

Selain itu pada Barat laut terdapat Bale Kulkul Puri Agung Pemecutan yang baru. Bale kulkul ini dipergunakan sebagai sarana komunikasi pada masyarakat di sekitar Puri. Bale kulkul ini khusus dipergunakan untuk memberi tahu kepada masyarakat bahwa adanya pelaksanaan kegiatan di Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan.

Tepat di depan Bale Kulkul, terdapat Kori Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan sebagai tempat masuk bagi masyarakat dari luar Keluarga Puri untuk melaksanakan persembahyangan di Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan yang terletak di areal Utama Mandala

Madya Mandala

Madya Mandala

Madya Mandala adalah bagian tengah dari Puri, areal ini merupakan areal dimana kegiatan sehari-hari biasa dilakukan oleh keluarga Puri Agung Pemecutan. Menjadi tempat tinggal keluarga Puri, madya mandala Puri Agung Pemecutan dibagi menjadi 2 bagian yaitu saren daje dan saren delod, yang dimana saren daje ditempati oleh keluarga Ida Anak Agung Ngurah Gede Lanang Pemecutan dan saren delod yang ditempati oleh keluarga Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan. Saren daje berarti kamar di sebelah utara dan saren delod berarti kamar di sebelah selatan.

Dibagian paling selatan areal madya mandala terdapat Bale Lantang yang berarti Bale yang Panjang, dipergunakan multifungsi seperti untuk menerima tamu, pelatihan tari dan gambelan, atau pelaksanaan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan adat ataupun keagamaan. 

Pada Tahun 1970an hingga 1990an, atas tingginya antusiasme wisatawan pada saat itu agar bisa menginap di Puri Agung Pemecutan, maka Bale Lantang ini dimultifungsikan sebagai hotel, sehingga sebagaian bale ini sudah menjadi kamar hotel dan sebagian dipergunakan sebagai lobi hotel, namun seiiring berkembangnya jaman, hotel di Puri Agung Pemecutan kalah saing dengan kompetitor sehingga hotel pada saat ini tidak berfungsi.

Dibagian paling selatan areal madya mandala terdapat Bale Lantang yang berarti Bale yang Panjang, dipergunakan multifungsi seperti untuk menerima tamu, pelatihan tari dan gambelan, atau pelaksanaan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan adat ataupun keagamaan. 

Pada Tahun 1970an hingga 1990an, atas tingginya antusiasme wisatawan pada saat itu agar bisa menginap di Puri Agung Pemecutan, maka Bale Lantang ini dimultifungsikan sebagai hotel, sehingga sebagaian bale ini sudah menjadi kamar hotel dan sebagian dipergunakan sebagai lobi hotel, namun seiiring berkembangnya jaman, hotel di Puri Agung Pemecutan kalah saing dengan kompetitor sehingga hotel pada saat ini tidak berfungsi.

Ditengah areal ini terdapat Gedong Agung, yaitu sebagai tempat tinggal Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X, setelah sepeninggalnya Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan X, Bale ini dipergunakan oleh Keluarga Puri Agung Pemecutan untuk melaksanakan rapat dalam rangka persiapan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di Puri Agung Pemecutan.

Sebelah barat Gedong Agung terdapat bale yang dipergunakan oleh keluarga Ida Anak Agung Gede Lanang Pemecutan tinggal, bale tersebut disambung dengan bangunan besar yang sekarang menjadi tempat tinggal anak cucu beliau.

Bagian paling utara di areal Madya Mandala adalah Bale Daje/Bale Bandung, seperti namanya “daje” berarti utara. Bale ini diperuntukan untuk anak gadis ataupun kepala keluarga. Di Puri Agung Pemecutan, bale ini ditempati oleh Parab Ida Anak Agung Sagung Adi. Ibu semasa hidupnya sebagai bentuk penghormatan kepada beliau. Sekarang sering dipergunakan untuk upacara “ngekeb”, yaitu upacara mengisolir anak gadis yang hendak menikah, “ngerajaswala” atau “mepandes”

Sebelah timur bale daje/bale bandung terdapat bale “dangin” yang berarti timur, bale ini difungsinkan sebagai tempat melanaksanakan upacara adat dan keagamaan yang berhubungan dengan manusa yadnya seperti pernikahan, “mepandes”, “otonan”, “ngerajaswala” dan lain – lain.

Disebelah selatan terdapat Bale murda/Bale Delod, yaitu bale yang dipergunakan untuk peletakan jenazah sambil menunggu hari baik untuk melaksanakan upacara “Ngaben” apabila ada keluarga dari Puri Agung Pemecutan meninggal dunia.

Sebelah barat terdapat bale “dauh”, dauh sendiri berarti barat. Bale ini dahulu dipergunakan sebagai tempat tidur untuk anak laki – laki, namun sekarang dipergunakan untuk menerima tamu pada saat upacara adat dan agama dilaksanakan.

Utama Mandala

Utama Mandala

Utama Mandala adalah bagian terdalam dari Puri disebut Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan, tempat keluarga puri melaksanakan persembahyangan dan berdoa kepada tuhan dan leluhurnya. Tempat ini merupakan tempat yang disucikan oleh keluarga Puri, bagi wanita yang sedang menstruasi tidak diperkenankan untuk memasuki areal ini.

Pemerajan Puri Agung Pemecutan memiliki beberapa “pelinggih”, pelinggih sendiri sebagai simbol pemujaan terhadap Dewa-Dewa tertentu, selain itu terdapat “pewaregan suci” atau dapur suci yang dipergunakan khusus untuk persiapan sarana upacara di Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan. Diatas Pewaregan terdapat “Jineng” sebagai tempat penyimpanan padi (lumbung)

Pada tembok Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan, terdapat ornamen ukiran kisah-kisah pewayangan yang menambahkan keunikan dari Pemerajan Puri Agung Pemecutan itu sendiri

Sempat mengalami kebakaran 11 pelinggih pada tanggal 11 Agustus 1995, Pemerajan Puri Agung Pemecutan sempat dipugar dan selesai pada tanggal 11 Agustus 1996 dan dilaksanakan Karya Memungkah Ngeteg Linggih pada Purnama Sasih Kelima Tanggal 26 November 1996. Kejadian ini dibuatkan Pracasti dan diletakan tepat di depan Kori Pemerajan Agung Puri Agung Pemecutan.

Big Garden Corner: Surga Fotografi dan Spot Instagramable di Sanur, Bali

Penyuka obyek fotografi dan instagramable, lokasi ini bisa menjadi tujuan berikutnya saat wisata di ibu kota Bali. Dibuka sejak 2016 silam. Awalnya hanya merupakan gallery seni patung berbahan batu.

Sesuai namanya, Big Garden Corner berada di pojok persimpangan Jalan Waribang dan Jalan By Pass Ngurah Rai Padanggalak, Sanur. Merupakan taman besar di lahan seluas 2,5 hektare. Big Garden Corner memiliki banyak pilihan titik untuk berfoto. Disini, pengunjung bisa berfoto berlatar belakang batu-batu megalitik, meja batu, patung skala besar, hingga atap payung.


Terdapat replika candi Borobudur yang memiliki tinggi 5 meter. Rumah pohon ukuran kecil, jalan setapak dari kayu, dengan atap batang pohon dengan bentuk menyilang. Hingga taman kupu-kupu berisikan lebih dari 100 spesies kupu-kupu.

Tempat ini juga dilengkapi dengan area taman beralaskan rumput hijau. Baik keluarga maupun pasangan sangat tepat meluangkan waktu datang ke lokasi ini. Pengelola menyiapkan pula restoran dan taman bermain bagi anak-anak. Lokasinya yang berada di daerah Sanur menjadikan tempat ini sangat cocok ketika Anda melintas hendak berwisata ke arah Bali Timur.

Menelusuri Sejarah Bali di Museum Bali: Tempat Koleksi Budaya Tertua di Denpasar

Museum Bali ini merupakan museum legendaris. Lokasinya mungkin setiap hari dilintasi oleh masyarakat tetapi banyak yang tidak menyadarinya. Tepatnya berada di Jalan Mayor Wisnu, alias di sebelah timur lapangan Puputan Badung dan di sebelah selatan Pura Jagatnatha. Museum ini diresmikan pada tanggal 8 Desember 1932 dengan nama Bali Museum yang dikelola Yayasan Bali Museum

Museum di lahan seluas 2.600 meter persegi ini merupakan museum tertua di Bali dan merupakan pemicu kehadiran museum-museum lainnya. Berdasarkan atas koleksinya, Museum Bali merupakan museum etnografi yang memiliki dan memamerkan benda-benda budaya dari zaman prasejarah sampai kini yang mencerminkan seluruh unsur kebudayaan Bali terdiri dari koleksi arkeologi, koleksi historika, koleksi seni rupa dan koleksi etnografika.

Jadi, jika ingin belajar mengenai sejarah peninggalan budaya Bali. Sangat cocok berkunjung ke sini karena Anda bisa melihat koleksi seperti peralatan kustom tari, semua jenis topeng, wayang hingga keris serta berbagai koleksi benda prasejarah yang dapat memahami kebudayaan Bali.

Museum Bali merupakan museum umum yang pada awalnya merupakan museum etnografi yang didirikan oleh W.F.J. Kroon, asisten residen untuk Bali Selatan untuk melindungi dan melestarikan benda-benda budaya pada tahun 1910. Pemikiran ini atas dasar usulan dari Th.A. Resink dan mendapat sambutan yang baik dari kalangan ilmuwan, seniman, budayawan, dan seluruh raja-raja di Bali. Kroon kemudian memerintahkan Kurt Gundler, arsitek berkebangsaan Jerman yang sedang berada di Bali untuk meneliti agar membuat perencanaan bersama dengan para ahli bangunan tradisional Bali atau disebut undagi antara lain I Gusti Ketut Rai dan I Gusti Ketut Gede Kandel.

Salah satu keunikan dari museum ini adalah arsitektur pembangunanya mengadopsi budaya lokal yakni didasarkan dari lontar Asta Kosala-Kosali. Ada tiga halaman, yaitu, yaitu halaman luar (jaba), halaman tengah (jaba tengah), dan halaman dalam (jeroan), masing-masing halaman dibatasi dengan tembok dan gapura (candi bentar dan candi kurung) sebagai pintu masuk, sebuah Balai Kulkul (menara kentongan) di sebelah Selatan jaba tengah.

Di sudut Barat Laut berdiri sebuah Balai Bengong yang pada jaman kerajaan dipergunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja ketika ingin mengamati situasi di luar istana. Dan di depan gedung Tabanan terdapat sebuah Beji (permandian untuk keluarga raja). Atap bangunan dari ijuk, di Bali hanya dipakai untuk bangunan pura. Pada halaman dalam terdapat tiga bangunan utama untuk memamerkan koleksi museum :

  1. Gedung Karangasem , dengan arsitektur khas Bali Timur untuk memamerkan koleksi Panca Yadnya.
  2. Gedung Tabanan, untuk memamerkan koleksi prasejarah, sejarah dan seni rupa.
  3. Gedung Buleleng , dengan dengan arsitektur gaya Bali Utara untuk memamerkan koleksi kain tradisional
Mari belajar menemukan sejarah Bali dengan mengunjungi Museum Bali.

Pura Agung Jagatnatha: Titik Awal Wisata Kota Denpasar yang Sarat Nilai Spiritual dan Sejarah

Jika ingin mengetahui program city tour di Kota Denpasar. Pura Agung Jagatnatha bisa menjadi salah satu titik utama untuk dijadikan sebagai langkah awal memulai perjalanan menyusuri ibu kota Bali. Bukan hanya sebagai tempat peribadatan, pura agung yang satu ini juga dikunjungi wisatawan karena keindahan dan keunikan yang dimiliki.

Lokasinya yang berada pada jalur wisata sehingga sangat strategis dan tidak pernah sepi pengunjung, baik yang datang beribadah maupun hanya untuk menikmati keindahan pura. Tepatnya di Jalan Mayor Wisnu, yakni tepat di sebelah timur Lapangan Puputan Badung, dan bersebelahan dengan Museum Bali.

Pura agung ini juga terbuka 24 jam bagi siapa saja yang datang untuk melakukan ibadah. Termasuk juga kedatangan para wisatawan. Namun, ada hal yang harus diperhatikan. Anda tetap harus menghormati dan tidak mengganggu kelangsungan para umat Hindu yang tengah beribadah di dalam pura ini.

Pura ini merupakan pura paling besar di Kota Denpasar. Pura ini dibangun dengan posisi menghadap ke barat ke arah Gunung Agung. Dipercaya bahwa Gunung Agung adalah istananya para dewa. Pura Agung Jagatnatha dibangun sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).

Pada Maret 2023, Pura Agung Jagatnatha mengalami renovasi. Perbaikan itu meliputi sosok, warna, material bangunan yang terdiri dari penyengker, bale gedong simpen, bale pesantian, bale pepelik, bale pawedan, bale gong, bale pengunggangan, bale kulkul, kori agung, candi bentar. Warna dasar bangunan pura kini memakai batu merah kelas satu dari Tulikup, Kabupaten Gianyar, sehingga berwarna dominan merah. Merah merupakan warna pelambangan Bhatara Brahma.

Renovasi dilakukan untuk mengembalikan arsitektur pura ke gaya bebadungan yakni arsitektur khas Kota Denpasar. Hanya khusus bangunan Padmasana tetap dibiarkan utuh seperti semula karena memiliki nilai historis. Dengan direnovasi ini, pemerintah Kota Denpasar merancang kekuatan fisik Pura Agung Jagatnatha dapat bertahan hingga 100 tahun.