Trans Studio Theme Park Bali

Ada banyak wahana seru di taman hiburan ini, menjadikannya tempat yang cocok untuk pengunjung segala usia, termasuk mereka yang mencari kencan romantis. Saat memasuki dan naik lift ke wahana pertama, pengunjung akan tenggelam dalam pengalaman sci-fi ala Hollywood dengan ubur-ubur dan angin sejuk.

Trans Studio Bali menawarkan harga tiket promo untuk sebagian besar wahana, dengan pemegang KTP Bali menerima harga khusus Rp 150.000 per orang hingga dua tiket hingga Sabtu. Untuk wisatawan domestik, harga tiket berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 275.000 tergantung usia.

Jam operasional taman mulai pukul 11.00 WITA hingga 18.00 WITA pada hari kerja dan pukul 10.30 WITA hingga 19.00 WITA pada akhir pekan dan hari libur nasional. Trans Studio Bali juga dikenal sebagai “The Most Instagrammable Theme Park in The World” dengan spot foto di replika kapal Titanic dan Illusion House.

Taman ini dibagi menjadi lima zona: Pelabuhan Liverpool, Zona Kamera, Zona Budaya, Zona Petualangan, dan Zona Aksi. Setiap zona menawarkan aktivitas unik dan seru, seperti terbang di atas Indonesia di Zona Budaya atau melawan zombie di wahana Kota Mati di Zona Petualangan.

Zona Aksi memungkinkan pengunjung untuk merasakan sensasi Kota New York dan menghadapi tantangan di Kursus Ninja. Dengan begitu banyak wahana dan zona menarik untuk dijelajahi, Trans Studio Bali adalah tujuan yang harus dikunjungi bagi siapa saja yang mencari petualangan yang menyenangkan.

Patung Catur Muka

Patung Catur Muka didirikan 1973 oleh I Gusti Nyoman Lempad, seniman asal Ubud. Patung granit setinggi sembilan meter ini menghadap empat penjuru mata angin, yaitu barat, timur, utara, dan selatan. Patung ini dilengkapi dengan air mancur menari dan warna-warni layaknya pelangi saat disaksikan malam hari.

Sesuai namanya, Patung Catur Muka memiliki empat wajah yang masing-masingnya menghadap ke Jalan Surapati, Jalan Udayana, Jalan Veteran, dan Jalan Gajah Mada. Sosok patung ini menggambarkan Dewa Brahma dengan empat sifat berbeda.

Wajah yang menghadap timur disebut Shanghyang Iswara, mewakili sifat bijaksana. Wajah yang menghadap barat disebut Sanghyang Mahadewa, mewakili sifat kasih sayang.

Wajah yang menghadap utara disebut Sanghyang Wisnu, mewakili sifat kuat dan mensucikan jiwa manusia. Wajah yang menghadap selatan disebut Sanghyang Brahma, mewakili sifat menjaga ketentraman.

teBA

Wisata TeBA Majelangu

TeBa Majelagu adalah destinasi unik dan menarik yang terletak di Desa Budaya Kertalangu di Bali, Indonesia. Tempat ini menawarkan tur edukasi yang memamerkan keindahan dan pentingnya sistem subak, yang merupakan sistem irigasi tradisional yang digunakan oleh petani di pulau tersebut selama berabad-abad. Tur ini memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk belajar tentang warisan pertanian yang kaya di Bali, dan untuk mengalami secara langsung kegiatan sehari-hari petani setempat.

Salah satu kegiatan utama yang ditawarkan oleh TeBa Majelagu adalah Pendidikan Pertanian, di mana pengunjung dapat belajar tentang berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan di Bali, bagaimana cara membudidayakannya, dan pentingnya sistem subak dalam menjaga pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Tur edukasi ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya lokal dan cara hidup tradisionalnya.

Museum Subak adalah atraksi menarik lainnya di TeBa Majelagu. Museum ini memamerkan sejarah dan evolusi sistem subak, dan signifikansinya bagi kehidupan masyarakat Bali. Museum ini memberikan wawasan yang unik tentang sistem irigasi yang rumit yang telah menopang pertanian Bali selama berabad-abad. Pengunjung dapat menjelajahi berbagai pameran, belajar tentang teknik irigasi kuno, dan memahami bagaimana sistem subak telah dilestarikan dari waktu ke waktu.

Selain tur edukasi, TeBa Majelagu juga menawarkan berbagai kegiatan lain yang menarik bagi pengunjung. Salah satunya adalah Memberi Makan Hewan, di mana pengunjung dapat berinteraksi dengan berbagai hewan ternak, seperti sapi, bebek, dan ayam. Kegiatan ini sangat populer di kalangan anak-anak, karena memungkinkan mereka untuk berinteraksi langsung dengan hewan-hewan tersebut, dan belajar tentang pentingnya peternakan dalam pertanian Bali.

Kegiatan lain yang populer adalah mengunjungi Kebun Percobaan, di mana pengunjung dapat belajar tentang berbagai jenis tanaman dan bunga yang dibudidayakan di Bali. Kebun percobaan ini memamerkan flora yang beragam di Bali, termasuk anggrek, mawar, dan berbagai jenis tanaman tropis. Pengunjung juga dapat membeli tanaman dan bunga untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

TeBa Majelagu terletak di dalam Desa Budaya Kertalangu, yang merupakan destinasi populer bagi lokal dan wisatawan. Desa ini memiliki jalur jogging yang indah, yang memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk berolahraga sambil menikmati pemandangan yang indah di Bali. Jalur jogging ini adalah cara yang bagus untuk menjelajahi daerah sekitarnya, dan untuk mengalami budaya dan tradisi unik Bali.

Museum Lukisan Sidik Jari

Museum sidik jari Denpasar dan sangat berbeda dengan museum yang lain di Bali. Museum lukisan buka dari hari Senin – Sabtu, hari Minggu tutup. Jam buka museum lukisan sidik jari dari jam, 08:00 – 16:00. Rata-rata waktu yang dihabiskan pengunjung saat berada di gallery lukisan, kurang lebih 2 jam.

Lokasi museum lukisan sidik jari Denpasar terletak di Jalan Hayam Wuruk No 175, Tanjung Bungkak Denpasar Bali. Jika anda berangkat dari bandara Ngurah Rai, akan menempuh waktu kurang lebih 40 menit. Jaraknya hanya 15 km dari bandara Ngurah Rai, tapi karena kemacetan di kota Denpasar, maka waktu tempuh bertambah.

Sebagian besar dari kita, saat mendengar kata museum, pasti membayangkan sebuah tempat untuk menyimpan koleksi barang peninggalan zaman dahulu atau koleksi penyimpanan peninggalan prasejarah, baik itu berupa batu, patung, lukisan ataupun benda antik.

Lain halnya dengan museum sidik jari Denpasar dan sangat berbeda dengan museum yang lain di Bali. Museum lukisan buka dari hari Senin – Sabtu, hari Minggu tutup. Jam buka museum lukisan sidik jari dari jam, 08:00 – 16:00. Rata-rata waktu yang dihabiskan pengunjung saat berada di gallery lukisan, kurang lebih 2 jam.

Lokasi museum lukisan sidik jari Denpasar terletak di Jalan Hayam Wuruk No 175, Tanjung Bungkak Denpasar Bali. Jika anda berangkat dari bandara Ngurah Rai, akan menempuh waktu kurang lebih 40 menit. Jaraknya hanya 15 km dari bandara Ngurah Rai, tapi karena kemacetan di kota Denpasar, maka waktu tempuh bertambah.

Museum Sidik Jari Denpasar dibangun pada tahun 1993. Peresmian dilakukan setelah 2 tahun, tepatnya pada bulan Juli 1995. Tokoh yang memiliki gagasan, sekaligus pemilik dari museum lukisan Sidik Jari Denpasar adalah bapak Gede Ngurah Rai Pemecutan. Ada filosofi tersendiri, dibalik penamaan museum sidik jari. Museum ini dinamakan museum Sidik Jari karena berkaitan dengan cara yang digunakan ketika melukis. Metodenya ujung jari pelukis diolesi oleh berbagai macam warna cat lukis sesuai dengan imajinasi dari pelukisnya. Karena melukis menggunakan jari tanpa menggunakan kuas, tentunya terdapat bekas sidik jari dari tangan pelukis. Cara melukis ini yang dinamakan lukisan Sidik Jari.

Sejarah menggunakan jari untuk melukis, semuanya berawal dari kegagalan dalam menyelesaikan lukisan tari Baris. Bapak Gede Ngurah memperbaiki lukisan tari Baris bukan dengan kuas, melainkan dengan memoles tangannya dengan cat lukis, kemudian memoleskan cat warna-warna diatas lukisan tari Baris tersebut menggunakan jari tangan. Setelah lukisan tari Baris selesai diperbaiki, ternyata lukisan tari Baris tampak sangat indah dengan goresan sidik jari dari pelukisnya. Tentunya yang mengetahui seni lukis akan mengetahui letak keindahannya.

Pulau Serangan

Pulau Serangan: Permata Tersembunyi Bali

Terletak tepat di lepas pantai Sanur, Pulau Serangan adalah destinasi kecil namun menawan di Bali yang menawarkan pengunjung kesempatan untuk berinteraksi dengan salah satu makhluk paling megah di alam – kura-kura. Juga dikenal sebagai Pulau Penyu, pulau kecil ini merupakan rumah bagi pusat konservasi penyu dan memiliki pantai yang tenang dan restoran seafood yang lezat.

Pusat konservasi penyu di Pulau Serangan memainkan peran penting dalam melindungi penyu laut yang terancam punah, termasuk penyu hijau dan penyu sisik. Pusat ini didirikan untuk menyelamatkan dan rehabilitasi penyu yang terluka karena berbagai alasan, seperti terjerat di jaring ikan atau tertabrak oleh kapal. Setelah penyu tersebut mendapat perawatan, mereka dilepaskan kembali ke alam liar, di mana mereka dapat terus memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Pengunjung ke Pulau Serangan dapat berinteraksi secara langsung dengan makhluk megah ini dengan mengunjungi pusat konservasi. Di sini, Anda dapat belajar tentang spesies penyu yang berbeda, habitat mereka, dan ancaman yang mereka hadapi di alam liar. Anda juga dapat berpartisipasi dalam program pemberian makan dan pelepasan penyu, di mana Anda dapat membantu memberi makan penyu dan melepaskannya kembali ke laut.

Selain pusat konservasi penyu, Pulau Serangan juga memiliki pantai yang indah dan tenang. Pantai ini relatif sepi dibandingkan dengan beberapa pantai populer lainnya di Bali, membuatnya menjadi destinasi yang sempurna bagi mereka yang mencari pengalaman yang lebih tenang dan santai. Air yang jernih dan pasir putih yang lembut menjadikannya tempat yang ideal untuk berenang, berjemur, dan snorkeling.

Setelah berenang dengan penyu dan menikmati sinar matahari, pengunjung dapat memanjakan diri dengan beberapa hidangan seafood lezat yang tersedia di pulau ini. Pulau Serangan dikenal dengan restoran seafoodnya, di mana Anda dapat merasakan ikan segar, udang, cumi, dan hidangan seafood lezat lainnya. Banyak dari restoran-restoran ini terletak tepat di pantai, memungkinkan Anda menikmati makanan Anda dengan pemandangan laut yang menakjubkan.

Museum 3D (I am Bali)

Terletak di Denpasar, tempat wisata dan rekreasi baru ini menawarkan berbagai lukisan 3D dengan harga terjangkau dan ramah di kantong. Jika Anda sedang merencanakan liburan di Bali, pertimbangkan untuk menambahkannya dalam daftar kunjungan Anda.

Dikenal dengan nama 3D Interactive Art Museum (I AM) atau Museum I Am Bali, museum ini terletak strategis di pusat Denpasar. Ini bisa menjadi tambahan yang bagus dalam tur kota Anda di Bali.

Museum ini terletak di lantai dasar Monumen Bajra Sandhi di Jalan Puputan Niti Mandala Renon. Monumen Bajra Sandhi sendiri merupakan objek wisata populer di Denpasar, berdiri megah di tengah lapangan hijau tempat warga setempat bersantai dan berpartisipasi dalam aktivitas olahraga ringan. Monumen ini juga terkenal sebagai kawasan tanpa kendaraan pada hari Minggu.

Dengan sekitar 102 lukisan yang dipamerkan, museum ini menampilkan berbagai tema, termasuk tokoh terkenal, binatang, kartun, fantasi, pemandangan alam, dan bahkan unsur budaya lokal seperti ogoh-ogoh.

I Am Bali Denpasar menawarkan pengalaman unik untuk liburan keluarga, memungkinkan Anda merasakan kehidupan dalam lukisan tiga dimensi. Anda akan memiliki kesempatan untuk memilih dari berbagai jenis lukisan yang dipamerkan.

Museum ini memiliki ruangan terbalik dengan efek khusus yang menciptakan pengalaman visual yang menakjubkan, membuat Anda merasa seolah-olah melawan gravitasi di ruangan terbalik. Selain itu, ada juga ruangan yang menciptakan ilusi, atmosfer menyeramkan, dan bahkan papan ajaib (skateboard miring) yang pasti menarik minat Anda. Semua atraksi ini menjamin kunjungan yang menyenangkan ke Denpasar.

3D Interactive Art Museum (I AM) Bali memiliki desain menarik dan modern, menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Untuk masuk ke museum, pengunjung diharuskan melepas alas kaki mereka untuk menjaga kebersihan lantai dan mencegah kerusakan pada lantai dan lukisan. Disarankan untuk menggunakan kaos kaki (atau dapat dibeli di tempat) agar kaki tetap bersih. Jika Anda menyukai foto selfie, museum ini adalah tempat yang ideal untuk mengabadikan momen dan menambah koleksi foto Instagram Anda.

Di dalam museum, Anda akan menemukan staf yang ramah dan siap membantu Anda dalam menemukan sudut terbaik dan mengambil foto yang berkesan. Ruang-ruangnya dilengkapi dengan AC dan menampilkan contoh-contoh pengambilan foto, termasuk saran sudut dan posisi yang baik. Kunjungan ke museum 3D di Denpasar ini pasti akan menawarkan pengalaman liburan yang menyenangkan dan menarik.

Subak Kerdung

Terletak di kota yang ramai Denpasar, Bali, Subak Kerdung menawarkan ketenangan yang sangat dibutuhkan dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Tersembunyi di tengah kota di Jalan Pulau Moyo, oase yang tenang ini dikelilingi oleh area perumahan dan menawarkan pemandangan yang menyegarkan dari sawah hijau yang subur.

Subak Kerdung adalah sistem irigasi tradisional Bali yang telah digunakan selama berabad-abad. Kata “Subak” merujuk pada sekelompok petani yang bekerja sama untuk mengelola dan memelihara sistem irigasi, sedangkan “Kerdung” berarti bukit kecil. Bersama-sama, Subak Kerdung merujuk pada sistem irigasi sawah yang terletak di bukit kecil.

Selain memiliki makna historis, Subak Kerdung juga merupakan destinasi populer bagi warga setempat yang menikmati jalan-jalan sore di sepanjang tanggul sawah. Daerah ini dirawat dengan baik dan memberikan atmosfer yang tenang, menjadikannya tempat yang sempurna untuk bersantai setelah seharian yang melelahkan.

Sawah-sawah di Subak Kerdung dikelilingi oleh jaringan jalur kecil yang berkelok-kelok melalui sawah dan menawarkan pemandangan indah dari lanskap sekitarnya. Pengunjung dapat menyaksikan para petani lokal bekerja, atau sekadar menikmati keindahan hijauan subur dan langit biru yang cerah.

Bagi mereka yang mencari pengalaman yang lebih aktif, juga terdapat banyak kesempatan untuk hiking dan bersepeda di daerah ini. Beberapa jalur melintasi sawah, menawarkan perspektif unik tentang kehidupan tradisional Bali.

Subak Kerdung juga merupakan tempat yang sangat baik bagi para pecinta fotografi. Sawah dengan pola dan tekstur yang unik membuat latar belakang yang menakjubkan untuk sesi pemotretan. Daerah ini sangat indah saat matahari terbenam, ketika langit diwarnai cahaya orange hangat, menciptakan cahaya ajaib di atas sawah.

Secara keseluruhan, Subak Kerdung adalah destinasi wajib bagi siapa saja yang ingin merasakan keindahan dan ketenangan kehidupan tradisional Bali. Baik Anda ingin berjalan-jalan santai di sawah, bersepeda, atau sekadar menikmati suasana yang tenang, Subak Kerdung adalah tempat yang sempurna untuk melakukannya. Jadi, saat Anda berada di Denpasar, pastikan untuk mampir dan mengalami keindahan tersembunyi ini sendiri.

Museum Le Mayeur

Nama dari Museum Le Mayeur ini diambil dari nama pendirinya Andrien Jean Le Mayeur De Merpres, pelukis asal Belgia ini keturunan bangsawan terlahir pada tanggal 9 Februari 1880 di Ixelles, Brussel, secara akademis menyandang gelar insinyur bangunan. Mungkin karena keturunan dan bakat seni ayahnya yang juga seorang pelukis, maka Le Mayeur lebih menekuni dunianya di bidang seni lukis, bahkan untuk mengasah kemampuan melukisnya sempat berguru pada Ernest Blanc Garin, dan akhirnya berkeliling dunia seperti ke Italia, Perancis, Tunisia, Maroko, Aljazair, Thailand, India, Kamboja dan akhirnya sampai di Bali pada tahun 1932, dengan kapal laut melalui pelabuhan di Buleleng, dan Singaraja adalah kota pertama yang dikunjunginya.

Andrien Jean Le Mayeur De Merpres kemudian melanjutkan perjalanan ke Denpasar dan sewa rumah di Banjar Kelandis Denpasar, dan disinilah awal perkenalannya dengan Ni Nyoman Pollok yang terlahir pada 3 Maret 1917, seorang penari Legong cantik yang masih belia, kemudian dijadikan sebagai model dari lukisanya pada saat pameran lukisan di Singapore di tahun 1933, pameran tersebut sukses dan Le Mayeur pun jadi terkenal. Akhirnya 3 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1935 mereka menikah dengan upacara pernikahan adat Bali. Mereka akhirnya membangun rumah di pinggir pantai Sanur, di atas lahan seluas 32 are, sekaligus sebagai tempat melukis.

Sebagai seorang yang memiliki latar belakang arsitektur bangunan tentu ini cukup membantu Le Mayeur dalam mendesain bangunannya, dikombinasikan ornamen Bali yang dikerjakan oleh Ida Bagus Made Mas. Hasil menjual lukisannya dipakai untuk memperindah rumahnya, dan koleksi lukisan yang dianggap paling bagus dipakai sebagai koleksi pribadi. Pada tahun 1956, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Bapak Bahder Djohan, datang mengunjungi rumah Le Mayeur, terkesan dengan koleksi dan hasil lukisan pribadinya, kemudian meminta Le Mayeur menjadikan rumahnya sebagai museum, ide tersebut disambut baik oleh Le Mayeur dan terus berkarya untuk menambah serta meningkatkan mutu lukisannya.

Sehingga rencana awalnya hanya tinggal selama 8 bulan saja, namun akhirnya menetap sampai 26 tahun, itu pun mereka dipisahkan karena meninggalnya Le Mayeur pada pada tanggal 18 Juli 1958 di usianya yang ke 78 tahun karena kanker telinga parah, setelah impiannya terwujud mendirikan sebuah museum. Le Mayeur sendiri dimakamkan di Ixelles/Elsene, Brusel. Sepeninggal Le Mayeur, museum, tanah dan rumah diwariskan kepada Ni Pollok, dan museum itu sendiri dikelola oleh Ni Pollok. Pada zaman kejayaannya tidak hanya menteri Bahder Djohan sempat bertandang ke rumah Le Mayeur tetapi juga presiden Soekarno dan Perdana menteri India Jawaharlal Nehru.

Pasangan itu sendiri tidak memiliki keturunan, karena keinginan Ni Pollok untuk memiliki keturunan tidak diijinkan oleh suaminya, karena sebagai seorang model lukisannya, takut kalau hamil bentuk tubuh sang model tidak akan ideal lagi. Ni Pollok sendiri pada akhirnya menyerahkan apa yang diwariskan suaminya kepada pemerintah Indonesia dan didedikasikan sebagai sebuah museum. Sedangkan Ni Nyoman Pollok meninggal pada 27 Juli 1985 di usianya yang ke 68 tahun.

Bangunan arsitektur Bali tersebut sekarang ini juga dijadikan sebuah museum, kondisi fisik bangunan sudah cukup tua, saksi bisu kehidupan sepasang suami istri tersebut masih bisa anda saksikan sampai sekarang ini. Tema lukisan dari Andrien Jean Le Mayeur De Merpres bergaya impresionis, sebagian besar wanita Bali bertelanjang dada dan Ni Polok sendiri adalah model utamanya, tema lainnya adalah ekspresi budaya dan keindahan alam. Di Museum Le Mayeur tersimpan sekitar 88 buah lukisan, dibagi dalam berbagai jenis lukisan, sesuai dengan media yang digunakan seperti dengan media kanvas 28 lukisan, hardboard 25 lukisan, bagor 22 lukisan dan bahkan ada media triplek dan juga kertas yang menandakan pada saat tersebut susah mendapatkan media melukis yaitu pada pendudukan Jepang di Indonesia.

Beberapa lukisan yang cukup terkenal adalah Pollok yang menjadikan Ni Pollok sebagai model tunggalnya, lukisan tersebut dibuat pada tahun 1957 sangat indah dan berani, kemudian ada lukisan Memetik Bunga dan Di Sekitar Rumah Pollok. Cerita yang ada saat proses pembuatan lukisan tersebut, bahwa pada saat pembuatan lukisan sang model harus rela berjemur berjam-jam di bawah terik matahari dan tidak boleh bergerak dan mengeluh, padahal tema lukisan sang maestro lebih banyak bertelanjang dada. Hasil karya seni sang pelukis juga tidak semuanya dengan cat minyak ada dengan cat air bahkan pensil selain media kanvas juga tikar jerami yang halus, triplek dan kertas, karena saat itu susahnya bahan yang didapatkan dari Belgia karena jaman penjajahan Jepang.

Memasuki museum Le Mayeur maka anda disambut dengan indahnya kebun dalam areal museum. Sejumlah bangunan peninggalan dari Le Mayeur termasuk ornamen ukiran yang terpatri pada dinding bangunan masih terlihat jelas, namun sudah menjadi bangunan tua dan kuno, dinding bangunan terlihat sedikit usang, sejumlah furnitur tua bekas milik pribadi sang pelukis diletakkan di sudut ruangan, terlihat kurang begitu terjaga, sepertinya perlu mendapatkan perawatan, sejumlah ukiran kayu diletakkan sebagai penyekat ruangan. Lukisan-lukisan hasil karya sang pelukis legendaris ini dipajang dan diletakkan dalam bingkai kaca, sehingga aman dari jamahan tangan pengunjung.

Furnitur dan benda-benda bersejarah dari peninggalan Le Mayeur masih bisa anda temukan di dalam ruangan museum tersebut, seperti meja berukir, lemari, ranjang tempat tidur, kasur, lemari, keramik, jambangan bunga, patung, guci serta buku-buku milik Le Mayeur. Di sebelah Utara bangunan museum dibuatkan monumen sepasang patung suami istri Le Mayeur – Ni Pollok. Di belakang atau sebelah Barat bangunan Museum dibangun penginapan Pollok and Lemayeur Beach Front Hotel.

Ekowisata Subak Angga Baya

Pertanian Bali telah dipertahankan selama berabad-abad melalui sistem irigasi tradisional yang disebut Subak Anggabaya. Sistem ini adalah bentuk manajemen kooperatif sumber daya air yang menekankan harmoni antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Sistem Subak Anggabaya didasarkan pada konsep Tri Hita Karana, yang merupakan filsafat Bali yang mengakui keterkaitan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Filsafat ini telah memandu orang Bali dalam mengelola sumber daya alam mereka, termasuk air, untuk memastikan pertanian yang berkelanjutan.

Sistem Subak Anggabaya beroperasi melalui jaringan yang kompleks dari saluran air, bendungan, dan sawah yang mendistribusikan air ke petani. Sistem ini dikelola oleh komite petani yang membuat keputusan tentang alokasi air, jadwal penanaman, dan praktik pertanian penting lainnya. Sistem ini memastikan bahwa air didistribusikan secara adil di antara para petani, terlepas dari ukuran lahan mereka. Sistem ini juga mendorong kerja sama antara petani, karena mereka bekerja sama untuk mengelola sumber daya air dan berbagi pengetahuan dan keahlian.

Sistem Subak Anggabaya tidak hanya berkelanjutan tetapi juga tangguh. Sistem ini telah bertahan selama bertahun-tahun dan telah beradaptasi dengan perubahan lingkungan, termasuk kekeringan dan banjir. Kekuatan sistem ini dapat diatribusikan pada organisasi sosial yang kuat di masyarakat, yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektif dan berbagi sumber daya. Di saat-saat krisis, seperti bencana alam atau kesulitan ekonomi, masyarakat bersatu untuk saling mendukung.

Sistem Subak Anggabaya juga telah berkontribusi pada pelestarian warisan budaya Bali. Ini adalah bagian integral dari budaya Bali dan telah diakui oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Keberhasilan sistem ini juga telah menginspirasi negara lain untuk mengadopsi praktik manajemen kooperatif yang serupa.

Meskipun sukses, sistem Subak Anggabaya menghadapi tantangan. Salah satu tantangan utama adalah ancaman urbanisasi dan konversi lahan pertanian menjadi penggunaan residensial atau komersial. Hal ini memberikan tekanan pada sumber daya air yang mendukung sistem Subak Anggabaya. Sebagai response, pemerintah Bali telah menerapkan kebijakan untuk melindungi lahan pertanian dan mendorong praktik penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Tantangan lainnya adalah perubahan iklim, yang telah menyebabkan perubahan pola hujan dan peningkatan frekuensi kejadian cuaca ekstrem. Sistem Subak Anggabaya telah merespons tantangan ini dengan mengadopsi teknik baru, seperti pengumpulan air dan irigasi tetes. Teknik-teknik ini membantu petani

Museum Bali

Museum Bali, juga dikenal sebagai Museum Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Bali, adalah museum nasional yang terletak di Denpasar, Bali. Museum ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan artefak sejarah dan etnografis, dengan koleksi yang beragam yang mencerminkan perkembangan budaya dan masyarakat Bali di masa lalu. Pameran di museum ini menampilkan berbagai objek etnografis, termasuk alat-alat, peralatan rumah tangga, karya seni, artefak keagamaan, bahan tulisan, dan lain-lain.

Pendirian Museum Bali pertama kali diusulkan oleh arsitek W.F.J. Kroon pada tahun 1910, saat ia menjabat sebagai Asisten Residen Bali Selatan di Denpasar. Pembangunan gedung utama, Gedung Arca, dimulai pada tahun yang sama dengan dukungan dari raja-raja lokal Buleleng, Tabanan, Badung, dan Karangasem. Seiring waktu, koleksi museum berkembang di bawah kepemimpinan W.F. Sttuterhim, kepala departemen arkeologi, yang fokus pada perolehan artefak etnografis.

Pada tahun 1932, sebuah yayasan dibentuk untuk mengawasi manajemen dan pengembangan museum. Yayasan ini, dipimpin oleh H.R. Ha’ak dan terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka seperti G.J. Grader, G.M. Hendrikss, R. Goris, I Gusti Ngurah Alit (Raja Badung), I Gusti Bagus Negara, dan Walter Spies, berperan penting dalam operasional museum. Pada tanggal 8 Desember 1932, Museum Bali resmi dibuka untuk umum, dengan pameran permanen yang diselenggarakan di Gedung Tabanan, Karangasem, dan Buleleng, menampilkan artefak prasejarah, sejarah, dan etnografis, termasuk seni rupa.

Selama sejarahnya, museum mengalami beberapa perubahan administratif. Museum tersebut dikelola oleh pemerintah provinsi Bali, namun karena situasi yang sulit akibat perang, kemudian pada tahun 1965 diserahkan kepada pemerintah pusat di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan menjadi Museum Negara Provinsi Bali. Kemudian, pada tahun 2000, dengan diberlakukannya otonomi daerah, museum tersebut kembali diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali dan menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Bali yang dikenal sebagai Museum Bali UPTD.

Arsitektur museum ini memiliki gaya khas istana kerajaan di Denpasar, dengan dinding eksterior yang indah, halaman, dan gerbang masuk yang mengesankan. Di dalam kompleks museum, terdapat empat paviliun yang mewakili berbagai kabupaten di Bali. Paviliun Tabanan, yang terletak di bagian utara, menampilkan koleksi peralatan tari, termasuk kostum tari, berbagai topeng untuk tarian topeng, wayang kulit, keris Bali tradisional untuk tari Calonarang, serta beberapa patung kuno. Museum Bali UPTD juga menyimpan koleksi dalam berbagai bidang, seperti biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatika, filologi, keramik, dan seni rupa.

Paviliun tengah, Paviliun Buleleng, didesain dengan gaya pura di Bali bagian utara dan menampilkan koleksi pakaian tradisional Bali, termasuk kipas Bali khas.

Paviliun terakhir, Paviliun Badung, terletak dekat pintu masuk utama, dekat dengan bale kulkul yang menjulang tinggi, dan menampung berbagai koleksi prasejarah. Di paviliun ini, Anda dapat melihat alat-alat yang digunakan oleh manusia selama masa berburu, bertani, budidaya, dan masa logam. Lantai atas paviliun ini menampilkan koleksi seni rupa Bali.

Terletak di lokasi strategis di pusat Denpasar, tepatnya di Jalan Mayor Wisnu, Museum Bali dikelilingi oleh landmark terkenal. Di sebelah selatan museum terdapat Pura Jagatnatha, sementara Lapangan Puputan Badung dan Patung Catur Muka terletak di depan Museum Bali. Jika Anda menggunakan transportasi bermotor, perjalanan dari Bandara Ngurah Rai menuju museum biasanya memakan waktu sekitar 45 menit, dengan jarak tempuh sekitar 13 km.