Pelabuhan Benoa

Pelabuhan Benoa berdiri sejak tahun 1924, sebagaimana tertuang dalam Stb. 1924 No. 378, pada masa penjajahan Belanda di Denpasar. Pada awalnya, yurisdiksi pelabuhan dan aktivitasnya ditentukan oleh peta pelabuhan zaman Belanda yang didokumentasikan dalam Staatsblad nomor 16 tanggal 8 Januari 1926.

Kemudian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan secara bersama-sama menetapkan batas wilayah kerja pelabuhan dan wilayah kepentingan dalam surat keputusan nomor 15 Tahun 1990/KM.18 Tahun 1990 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Februari 1990. Sebagai pengakuan atas keunggulannya jasa, Pelabuhan Benoa dianugerahi Best Port Welcome oleh majalah Dream World Cruise Destination pada tahun 2010.

Pelabuhan ini terletak di Denpasar Selatan, Bali, sekitar 8 km dari Kabupaten Kuta melalui Jl. Bypass Ngurah Rai, dan berjarak 8,6 km dari Sanglah Denpasar melalui Jalan Diponegoro Sesetan. Mereka yang masuk ke pelabuhan dikenakan biaya distribusi di loket gerbang pelabuhan Benoa.

Pelabuhan Benoa berlokasi strategis di dekat pintu masuk tol Bali Mandara, dapat diakses melalui desa Pesanggaran di Denpasar. Saat ini, pengembangan pelabuhan berfokus pada kearifan lokal Bali dan kesadaran lingkungan, menampilkan pengaruh Bali dan ruang hijau, sehingga sesuai dengan citra Bali sebagai tujuan wisata yang populer.

Pelabuhan Sanur

Pelabuhan Sanur mewakili kemajuan yang signifikan dalam infrastruktur pariwisata Denpasar, dengan desain yang sangat dipengaruhi oleh budaya Bali, termasuk perahu “Perahu Bercadik” dan pola “Gajah Mina”. Selain menjadi pusat transportasi, Pelabuhan Sanur menjadi ikon baru yang memberikan harapan pemulihan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19. Pelabuhan ini menarik wisatawan, terutama pengunjung kelas menengah ke atas, dan diharapkan dapat merangsang perluasan segmentasi wisatawan ke Nusa Penida dan Nusa Ceningan.

Baik Nusa Penida maupun Nusa Ceningan adalah tujuan wisata yang terkenal, terkenal dengan pesona alamnya, dan pelabuhan baru semakin memudahkan wisatawan untuk mengaksesnya. Sebelum pembangunan pelabuhan, wisatawan harus menaiki perahu, seringkali basah dalam prosesnya, tetapi sekarang mereka dapat menaiki kapal melalui jembatan apung.

Pelabuhan tidak hanya melayani wisatawan tetapi juga orang Bali yang ingin beribadah di pura di Nusa Penida. Meski demikian, pariwisata tetap menjadi sumber pendapatan utama masyarakat Bali, dan dampak pandemi terhadap perekonomian Bali sangat parah. Tanpa turis asing, pertumbuhan ekonomi pulau itu anjlok, dan pengangguran meningkat. Namun, pemerintah memanfaatkan pandemi untuk memperbaiki infrastruktur dengan membangun Pelabuhan Sanur yang sebelumnya fasilitas pendukungnya kurang memadai, ruang sempit, dan tidak ada tempat untuk kargo. Kapal melintas dari Sanur tanpa memenuhi standar keselamatan dan keamanan.

Taman Janggan

Taman bermain anak di pusat Kota Denpasar ini didesain modern, nyaman, dan edukatif. Taman Janggan merupakan bagian dari proyek Penataan Bangunan Kawasan Strategis Nasional (KSN) atau Civic Center Denpasar.

Aneka wahana bermain bagi anak ada di sini, mulai dari perosotan pendek, hingga perosotan panjang menyerupai belalai gajah. Ada dua platform deck untuk melatih ketangkasan anak di mana pada bagian bawah deck bisa digunakan untuk bermain hide and seek.

Semua wahana bermain ini melatih kemampuan motorik anak, khususnya yang berusia 18 bulan hingga enam tahun. Ada juga ayunan, jungkat-jungkit, area memanjat, tempat duduk, dan area lesehan bagi orang tua sembari mengawasi putra-putrinya bermain.

Setiap harinya, terlebih akhir pekan, Taman Janggan selalu ramai dikunjungi. Lantainya terbuat dari keramik empuk atau rubber pad, sehingga anak-anak tetap aman meski terjatuh.

Areanya aman karena dikelilingi pagar pengaman. Lokasinya pun strategis, di Jalan Raya Puputan, sekitar 800 meter di timur Monumen Bajra Sandhi, Renon.

Pada dasarnya Taman Janggan dibagi dua bagian. Bagian pertama area playground anak, sedangkan bagian kedua area santai untuk anak dan dewasa, dilengkapi sarana olah raga, seperti  sepeda udara (air walker), alat bantu sit up, horse rider machine, elliptical machine, jogging track, dan jalur bebatuan khusus pijat refleksi kaki.

Taman yang diresmikan awal 2017 ini memiliki aturan khusus. Pengunjung wajib melepas alas kaki saat masuk ke dalam. Areanya telah dilengkapi kamera pengawas (CCTV) dan lampu penerangan yang memadai.

Taman Kota Lumintang

Sebuah taman di tengah kota bisa menjadi lokasi favorit warga untuk sekedar jalan-jalan santai. Seperti halnya Taman Kota Lumintang Denpasar. Taman Kota Lumintang ini merupakan kebanggaan warga Denpasar pada khususnya yang selalu ramai dikunjungi oleh semua kalangan masyarakat.

Suasana Taman Kota Lumintang Denpasar kian semarak dengan adanya air mancur menari yang tepat berada di tengah kolam buatan. Air mancur menari inilah yang menjadi primadona warga tatkala datang ke Taman Kota Lumintang.

Warga bisa menikmati keindahan air mancur menari mulai pukul 19.00-21.00 WITA dan hanya pada akhir pekan saja. Pada sekitar pukul 18.00 WITA, musik di areal danau mulai berbunyi. Namun air mancur menari baru melakukan atraksinya ketika langit benar-benar telah gelap.

Air mancur menari ini memang sangat unik. Air mancur yang diterangi dengan berbagai macam warna, tampak semakin memesona dengan liuk-liuk gerakan layaknya sedang menari. Atraksi air mancur menari ini sangat diminati oleh warga yang datang, terutama anak-anak yang datang bersama orang tua mereka. Anak-anak dibuat takjub oleh keindahan warna dan liuk gerakan air mancur yang selalu berubah-ubah

Meskipun tak sebesar dan seluas Lapangan Renon, Taman Kota Lumintang juga memiliki fasilitas penunjang yang cukup memadai. Diantaranya terdapat jogging track yang dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga, arena permainan anak, sebuah sangkar burung yang besar dan berada di sudut taman yang sangat menarik perhatian anak-anak, toilet, area parkir serta warung-warung penjual makanan atau para pedagang makanan ringan.

Datang ke Taman Kota Lumintang sebaiknya menjelang petang agar tidak terlalu lama menunggu atraksi air mancur menari. Sambil menunggu Anda bisa menghabiskan waktu sambil jalan-jalan santai berkeliling taman, berolahraga ringan, duduk-duduk santai di balai-balai yang sudah ada atau menunggu anak-anak yang sedang asyik bermain.

Menikmati beberapa kuliner yang dijual di warung-warung atau pedagang yang ada di Taman Kota Lumintang juga bisa menjadi pilihan sambil menunggu waktu. Bagi Anda yang membawa anak, sebaiknya membawa makanan dari rumah karena kebanyakan kuliner yang dijual kurang pas dilidah anak-anak seperti makanan pedas. Walau demikian masih ada beberapa menu yang juga disukai oleh anak-anak seperti bakso, es atau makanan ringan lainnya.

Yang suka olahraga, bisa berolahraga sepanjang hari di Taman Kota Lumintang ini. Karena area jogging track ataupun area olahraga terbuka untuk umum mulai dari pagi hingga malam hari. Pada malam hari, setiap area taman dilengkapi penerangan yang sangat memadai sehingga kegiatan olahraga dapat dilakukan dengan aman dan nyaman.

Taman Kota Lumintang Denpasar berada Jalan Mulawarman, Lumintang. Anda dapat menghabiskan waktu bersama keluarga dengan refreshing murah meriah di Taman Kota Lumintang.

Turtle Conservation & Education Center (TCEC)

Turtle Conservation and Education Centre (TCEC) yang berlokasi di jalan Tukad Wisata no 4 Desa Serangan, Denpasar. Sebagai pusat konservasi penyu, tempat ini menjadi alternatif destinasi wisata bagi masyarakat maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Bali.

Menurut pengelola TCEC Serangan Made Sukanta, meskipun merupakan balai konservasi, namun kunjungan wisatawan asing maupun lokal ke balai konservasi ini cukup banyak. “Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan yang setiap bulannya ada peningkatan sekitar 20 persen. Tingginya minat kunjungan wisatawan yang datang berkunjung ke TCEC ini disebabkan karena jenis wisata yang ditawarkan cukup unik, yakni pengetahuan mengenai siklus kehidupan penyu yang merupakan hewan langka. Sehingga minat wisatawan untuk melihat secara langsung bagaimana siklus kehidupan penyu sangat tinggi.

Di TCEC ini, wisatawan tidak saja diajak untuk melihat tiga spesies spesies yang ada di Bali yakni Penyu Hijau, Penyu Lekang dan Penyu sisik, namun wisatawan juga akan diajak melihat proses pengeraman telur penyu yang dilakukan secara alami di kolam pasir yang disediakan, tukik yang sedang dikarantina hingga tukik yang sudah siap lepas.

Bahkan jika ada telur penyu yang menetas, wisatawan yang datang juga akan dilibatkan untuk ikut memindahkan tukik ke kolam karantina. “Proses ini sangat disukai oleh wisatawan, karena mereka bisa berkesempatan untuk ikut dalam proses konservasi penyu.

Subak Intaran Barat & Timur

Subak Intaran adalah area yang indah terletak di Sanur Kauh, Bali, Indonesia. Terkenal dengan sawah hijaunya, terutama di Jalan Prapat Beris, dan sistem irigasi tradisionalnya yang mendukung pertanian berkelanjutan melalui pengelolaan air yang kooperatif. Selain itu, trek jogging yang terawat dengan baik di area ini juga menarik banyak pengunjung.

Sawah di Subak Intaran adalah pemandangan yang patut dikagumi. Mereka terawat dengan baik dan memiliki keindahan alami yang menenangkan dan memukau. Sawah-sawah ini dikelola oleh petani lokal yang menggunakan sistem irigasi tradisional yang dikenal sebagai subak. Sistem subak telah digunakan selama berabad-abad dan masih digunakan hari ini di banyak bagian Bali. Ini adalah sistem kerja sama di mana para petani bekerja bersama untuk mengelola distribusi air untuk irigasi.

Sistem subak bukan hanya merupakan bukti kecerdikan orang Bali tetapi juga komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Dengan bekerja sama, para petani memastikan bahwa air didistribusikan dengan adil dan bahwa sawah-sawah di irigasi dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Sistem ini juga membantu mempertahankan cara hidup tradisional di Bali dan merupakan aspek budaya penting dari pulau tersebut.

Selain sawah, Subak Intaran juga memiliki trek jogging yang terawat dengan baik. Trek ini populer di antara penduduk lokal dan wisatawan yang datang untuk menikmati pemandangan indah dan berolahraga. Ini adalah tempat yang bagus bagi pelari untuk menikmati pemandangan dan suara pedesaan sambil berolahraga.

Prasasti Blanjong

Prasasti Blanjong terletak di Pura Blanjong yang termasuk wilayah Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.

Prasasti Blanjong merupakan prasasti dibuat dari bahan batu padas, disebut sila prasasti. Prasasti ini berbentuk tiang batu atau berwujud bunga teratai. Ukuran prasasti dengan tinggi 177 cm dan garis tengah sekitar 62 cm. tulisan yang terdapat pada Prasasti Blanjong dipahat pada kedua sisinya. Pada sisi barat laut ditulis 6 baris tulisan, memakai aksara Pre-Negari yang biasa dipakai di India Utara dan dan bahasa Bali Kuna. pada sisi tenggara ditulis dengan 13 baris tulisan, menggunakan huruf Bali Kuno (Kawi) dan bahasa Sansekerta.

Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh Raja Sri Kesari Warmadewa pada bulan Phalguna (bulan ke 12 tahun Caka), tahun 835 Caka (911 M). ditinjau dari segi paleografinya, bentuk huruf yang digunakan pada prasasti Blanjong sejaman dengan prasasti-prasasti singkat yang ditemukan di Candi Kalasan di Jawa Tengah. Huruf semacam ini lazim digunakan di India Utara dan di Indonesia berkembang penggunaanya sekitar abad VIII dan IX. Prasasti Blanjong merupakan prasasti tanda kemenangan atau Jaya Stamba/Jaya Cihna ata musuh-musuhnya di daerah Gurun (Nusa Penida) dan Swal (Pantai Ketewel). Karena Kemenangan inilah Prasasti Blanjong dibuat (Wiguna, 1990: 29-38).

Dari unsur bahasa dan tulisan yang digunakan serta isi Prasasti Blanjong, menunjukkan bahwa cagar budaya ini mencerminkan kearifan lokal di bidang iptek dan kekuasaan (politik). Penggunaan dua bahasa (bilingual) dan dua huruf (bescrif) menunjukkan adanya kemahiran, penguasaan, dan wawasan pengetahuan masyarakat pada masa kerajaan Sri Kesari Warmadewa abad X Masehi. Temuan prasasti seperti ini tergolong unik dan hanya satu-satunya ditemukan di Bali. Umumnya prasasti di Bali ditulis dengan menggunakan bahasa Sansekerta huruf Pre Negari, atau menggunakan bahasa Bali Kuna huruf Bali Kuna (Kawi), sedangkan Prasasti Blanjong dibuat dengan dua bahasa dan dua sistem aksara. Keistimewaan lainnya dari Prasasti Blanjong adalah penggunaan sistem silangdalam penulisan huruf dan bahasanya, yaitu: bahasa Sansekerta ditulis dengan huruf Bali Kuna (Kawi), sedangkan bahasa Bali Kuna dutulis dengan huruf Pre Negari. Fakta ini menunjukkan bahwa si penulis prasasti (citralekha) ialah orang yang telah mahir dalam pengetahuan  bahasa dan dalam tata tulis serta penggunaanya , terutama pada kedua jenis bahasa dan huruf tersebut. Kemahiran ini tentu dilandasi oleh tradisi dan latar budaya yang berlaku pada masa itu dan tradisi sebelumnya.

Kearifan di bidang politik (kekuasaan) tercermin dari isi prasasti yang menyebutkan bahwa raja telah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan Swal. Keterangan ini mengindikasikan kekuasaan Raja cukup luas dan mungkin diseluruh wilayah Bali. Dalam prasasti juga ditulis tentang kutukan (sapata) yang ditujukan kepada orang-orang yang melanggar isi prasasti tersebut. Hal ini menunjukkan  bahwa Raja Sri Kesari Warmadewa memerintah dengan tegas dan bijaksana serta menjunjung supremasi hukum.

Prasasti Blanjong sejak ditemukannya oleh Stutterheim sekitar tahun 1930 kondisinya sudah agak aus bahkan ada beberapa baris hurufnya hilang. Situs ini telah terdaftar sebagai cagar budaya dan beberapa kali dikonservasi serta telah dibuatkan bangunan pelindung.

Wihara Satya Dharma

Vihara Satya Dharma terletak di wilayah Pelabuhan Benoa, Bali, Indonesia, dan berfungsi sebagai tempat ibadah Tridharma. Meskipun disebut sebagai “vihara,” sebenarnya tempat ibadah ini melayani tiga agama, yaitu Buddhisme, Taoisme, dan Konghucu, sebagaimana tertulis dalam prasasti peresmiannya. Seperti klenteng dan vihara lainnya di Bali, tempat ibadah ini juga menggabungkan unsur-unsur dari agama Hindu Bali, seperti adanya pelinggih Padmasana dan Patung Karang di pojok halaman bagian depan.

Nezha adalah dewa utama yang dipuja di Vihara Satya Dharma. Selain itu, vihara ini juga membangun altar untuk dewa Singbing yang berhubungan dengan keselamatan perjalanan, navigasi, dan perdagangan. Tempat ibadah ini bertujuan untuk melayani pelaut dari berbagai negara yang sering bersandar di Pelabuhan Benoa, mengisi kekosongan akan keberadaan vihara sebelumnya di daerah tersebut. Selain itu, vihara ini juga bertujuan untuk menarik minat wisatawan lokal dan internasional yang mengunjungi wilayah tersebut.

Aksara Tionghoa di atas nama Vihara Satya Dharma ditulis sebagai 宮安保, dibaca sebagai “bǎo ān gōng” jika dibaca dari kanan ke kiri. Aksara 保 (bǎo) memiliki makna menjaga, melindungi, melestarikan, menjamin, dan memberikan kepastian. Aksara 安 (ān) mengandung makna kepuasan, ketenangan, stabilitas, ketentraman, keselamatan, kenyamanan, kesehatan, menemukan tempat, pemasangan, perbaikan, memperdamai, membawa, mengamankan, melindungi, keamanan, dan perdamaian. Aksara 宮 (gōng) mewakili istana, kuil, kastrasi, atau nada pertama dalam skala pentatonik. Secara bersamaan, aksara 安保 (ānbǎo) berarti “keamanan” atau “keselamatan.” Dengan demikian, bǎo ān gōng secara harfiah berarti “Kuil Keamanan.” Istilah ini umum digunakan oleh vihara dengan tujuan menanamkan rasa aman, terutama secara spiritual, bagi para penganutnya.

Meskipun istilah “vihara” sering digunakan oleh berbagai klenteng di Bali, namun dapat merujuk pada tempat ibadah yang berbeda. Penggunaan istilah ini terkait dengan konteks politik di Indonesia sebelum pengakuan Konghucu sebagai agama keenam.

Vihara Satya Dharma terletak di ujung utara jalan tol di Pelabuhan Benoa. Dana untuk pembangunan tempat ibadah ini dikumpulkan melalui sumbangan dari masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di Bali, serta dari para pelaut dari Jepang, Taiwan, dan Thailand yang bersandar di Pelabuhan Benoa. Proses pembangunannya berlangsung selama enam tahun dan diresmikan pada tahun 2012. Upacara peresmian gedung vihara dilangsungkan pada hari Rabu, 22 Agustus 2012, dengan dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali, AA Ngurah Puspayoga.

Prasasti Batujimbar

Prasasti Batu Jimbar, Banjar Betngandang, Desa Sanur Kauh, merupakan prasasti berupa lempengan-lempengan tembaga yang dibuat pada periode abad XII – XIV. Jumlah lempengannya tidak lengkap. Keberadaannya tersimpan di rumah Nyoman Sumariana. Meski tidak lengkap, jumlahnya yang tersimpan sebanyak enam lempeng, penelitian masih mampu menerjemahkan garis besar dari isi prasasti-prasasti menggunakan aksara Bali kuna dengan bahasa Jawa kawi. Penelitian membagi menjadi dua kelompok prasasti. 

Prasasti kelompok pertama, lempeng II, VI, VII, XIII, dan XIV , berisi kewajiban pajak bagi Karaman Indrapura. Pajak ini kaitannya mempunyai kewajiban melaksanakan pemujaan terhadap bhatara yang berstana di Bukit Tunggal. Hanya saja, prasasti ini belum bisa dipastikan pembuatannya  ketika pemerintahan atau kerajaan siapa karena tidak lengkapnya lempengan.Namun diperkirakan, prasasti ini diterbitkan oleh Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti yang memerintah di Bali sekitar tahun Caka 1055 – 1071 (1133 – 1149 Masehi). Mereka juga diperbolehkan menebang kayu larangan seperti kemiri yang menaungi sawah, rumah, balai tempat pertemuan dan pohon aren atau enau. Disebutkan juga sejumlah pejabat dan jabatannya seperti Samgat Caksu Karanakranta dijabat oleh Pangdudal, Mpungku Lokeswara dijabat oleh Dang Aacaryya Abhipura, Mpungkwing Canggini Dang Upadhayaya Widyottama, dan Samgat Mangirendiren Wadani dijabat oleh Sangkawiryya.

Selanjutnya, prasasti kelompok kedua hanya terdapat satu lempeng, lempeng III . Yaitu lempeng ini menyebutkan anugrah sebidang tanah cukup luas oleh pejabat yang bergelar Rsi Nara Rajapatih. Penganugerahan tanah tersebut disaksikan oleh para pejabat dan berisikan kutukan apabila ada orang yang berani melanggarnya. pejabat pejabat seperti Senapati Sarbwa, Senapati Wresanten, Senapati, Balmbunut, Senapari Manyiringan dan Manyuratang I Halu yang menyaksikan penganugerahan prasasti tersebut dimuat juga dalam Prasasti Cempaga C yang dikeluarkan oleh Raja Bhatara Sri Mahaguru pada tahun Caka 1246 (1334 Masehi), begitu juga dalam Prasasti Selumbung Karangasem yang dikeluarkan oleh Raja Bhatara Sriwijaya Kartaningrat dan ibundanya yang bergelar Paduka Tara Sri Mahaguru pada tahun Caka 1250 (1338 Masehi).

Ada tercantum batas-batasnya di timur panjangnya sama seperti yang dulu. Batas utara adalah sebelah barat desa Bangkyang Siddhi, sampai Kalkalan, Air Bakung dan Srimuka, ke utara lagi hingga Darawati batas dari Srimuka.

Sekaa Barong Eka Budhi

Sekaa Eka Budhi adalah sebuah kelompok budaya di Bali, Indonesia yang berdedikasi untuk melestarikan dan mempromosikan seni pertunjukan tradisional Bali. Kelompok ini berfokus pada berbagai bentuk seni, termasuk musik, tari, dan teater, dan memainkan peran penting dalam memperlihatkan warisan budaya Bali yang kaya.

Sekaa Eka Budhi terdiri dari para penampil yang sangat terampil yang telah menjalani pelatihan yang intensif dalam bidang seni masing-masing. Mereka telah menguasai teknik-teknik rumit, gerakan, dan ekspresi yang merupakan ciri khas seni pertunjukan Bali. Kelompok ini terdiri dari musisi, penari, aktor, dan seniman lain yang bekerja sama untuk menciptakan pertunjukan yang memukau dan menghadirkan pengalaman yang mendalam bagi penonton.

Salah satu tujuan utama Sekaa Eka Budhi adalah menjaga seni tradisional Bali tetap hidup dan relevan di era modern. Mereka mencapainya dengan secara teratur tampil dalam acara budaya, festival, dan upacara baik di Bali maupun di tempat lain di dunia. Pertunjukan mereka seringkali menampilkan kostum tradisional, musik yang enerjik, dan koreografi yang rumit yang memukau penonton dan membawa mereka masuk ke dalam dunia budaya Bali.

Sekaa Eka Budhi memiliki akar yang kuat dalam komunitas lokal dan aktif terlibat dalam kegiatan masyarakat. Mereka mengadakan lokakarya, sesi pelatihan, dan program pendidikan untuk menurunkan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada generasi muda. Dengan melakukannya, mereka memastikan kelangsungan seni dan budaya Bali serta mendorong partisipasi para pemuda dalam melestarikan tradisi berharga ini.

Selain itu, Sekaa Eka Budhi berkolaborasi dengan kelompok budaya, institusi, dan seniman lainnya untuk mempromosikan pertukaran dan kolaborasi budaya. Mereka berkontribusi dalam pengembangan ekspresi seni inovatif dan kontemporer sambil tetap menghormati fondasi seni tradisional Bali. Melalui kolaborasi ini, mereka memperluas wawasan artistik mereka dan memperkaya pertunjukan mereka dengan gagasan dan pengaruh baru.

Sekaa Eka Budhi berperan sebagai duta budaya untuk Bali, mewakili tradisi artistik pulau ini dan memberikan sumbangsih dalam memperkuat reputasinya sebagai pusat pariwisata budaya. Dedikasi, semangat, dan komitmen mereka dalam melestarikan seni pertunjukan Bali telah mendapatkan pengakuan dan apresiasi baik secara lokal maupun internasional.

Sebagai kesimpulan, Sekaa Eka Budhi adalah kelompok budaya yang berusaha untuk melestarikan, mempromosikan, dan berinovasi dalam seni pertunjukan tradisional Bali. Melalui pertunjukan mereka, kegiatan pendidikan, dan kolaborasi, mereka memastikan kelangsungan warisan budaya Bali dan menginspirasi penonton